Selasa, 05 Januari 2016

Pembelajaran Di Sekolah Dasar



A.      Pengertian Pembelajaran
Kata Pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas belajar dan mengajar. Aktivitas belajar secara metodologis cenderung lebih dominan pada siswa, sementara mengajar secara instruksional dilakukan oleh guru. Jadi, istilah pembelajaran adalah ringkasan dari kata belajar dan mengajar. Dengan kata lain, pembelajaran adalah penyerdehanaan dari kata belajar dan mengajar (BM), proses belajar mengajar (PBM), atau kegiatan belajar mengajar (KBM).
Kata atau istilah pembelajaran dan penggunaannya masih tergolong baru, yang mulai populer semenjak lahirnya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Menurut undang-undang ini, pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut pengertian ini, pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Dengan demikian, pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa (Winkle, 1991). Sementara Gagne (1985), mendefinisikan pembelajaran sebagai pengaturan peristiwa secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan membuatnya berhasil guna. Dalam pengertian lainnya, Winkle (1991) mendefinisikan pembelajaran sebagai pengaturan dan penciptaan kondisi-kondisi ekstern sedemikian rupa, sehingga menunjang proses belajar siswa dan tidak menghambatnya.
Pengertian pembelajaran yang dikemukakan oleh Miarso (1993), menyatakan bahwa “pembelajaran adalah usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali”. Dari beberapa pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan beberapa ciri pembelajaran sebagai berikut :
a.    Merupakan upaya sadar dan disengaja
b.    Pembelajaran harus membuat siswa belajar
c.    Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan.
d.   Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses, maupun hasilnya.
Perbedaan antara istilah “pengajaran” (teaching) dan “pembelajaran” (instruction) bisa diamati pada tabel di bawah ini.
No
Pengajaran
Pembelajaran
1.

2.

3.


4.

Dilaksanakan oleh mereka yang berprofesi sebagai pengajar.
Tujuannya menyampaikan informasi kepada si belajar.
Merupakan salah satu penerapan strategi pembelajaran.

Kegiatan belajar berlangsung bila ada guru atau pengajar

Dilaksanakan oleh mereka yang dapat membuat orang belajar.
Tujuannya agar terjadi belajar pada diri siswa atau si belajar.
Merupakan cara untuk mengembangkan rencana yang terorganisir untuk keperluan belajar.
Kegiatan belajar dapat berlangsung dengan atau tanpa hadirnya guru.

B.       Prinsip-prinsip Pembelajaran
Dalam melaksanakan pembelajaran, agar dicapai hasil yang lebih optimal perlu diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran. Prinsip pembelajaran dibangun atas dasar prinsip-prinsip yang ditarik dari teori psikologi terutama teori belajar dan hasil-hasil penelitian dalam proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran akan diperoleh hasil yang lebih optimal. Selain itu akan meningkatkan kualitas pembelajaran dengan cara memberikan dasar-dasar teori untuk membangun sistem instruksional yang berkualitas tinggi.
Beberapa prinsip pembelajaran dikemukakan oleh Atwi Suparman dengan mengadaptasi pemikiran Fillbeck (1974), sebagai berikut.
a.    Respons-respons baru (new responses) diulang sebagai akibat dari respons yang terjadi sebelumnya.
b.    Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respons, tetapi juga dibawah pengaruh kondisi atau tanda-tanda di lingkungan siswa.
c.    Perilaku yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang frekuensinya bila tidak diperkuat dengan akibat yang menyenangkan.
d.   Belajar yang berbentuk respons terhadap tanda-tanda yang terbatas akan ditransfer kepada situasi lain yang terbatas pula.
e.    Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar sesuatu yang kompleks seperti yang berkenaan dengan pemecahan masalah.
f.     Situasi mental siswa untuk mengahadapi pelajaran aan mempengaruhi perhatian dan ketekunan siswa selama proses siswa belajar.
g.    Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah kecil dan disertai umpan balik menyelesaikan tiap langkah, akan membantu siswa.
h.    Kebutuhan memecah materi yang kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil dapat dikurangi dengan mewujudkannya dalam suatu model.
i.      Keterampilan tingkat tinggi (kompleks) terbentuk dari keterampilan dasar yang lebih sederhana.
j.      Belajar akan lebih cepat, efisien dan menyenangkan bila siswa diberi informasi tentang kualitas penampilannya dan cara meningkatkannya.
k.    Perkembangan dan kecepatan belajar siswa sangat bervariasi, ada yang maju dengan cepat ada yang lebih lambat.
l.      Dengan persiapan, siswa dapat mengembangkan kemampuan mengorganisasikan kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk membuat respons yang benar.
Melihat ke-12 prinsip pembelajaran yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pinsip-prinsip tersebut dalam pembelajaran merupakan pekerjaan yang kompleks, namun bila dilakukan dengan saksama diharapkan dapat tercipta kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien.
Dalam buku Condition Of Learning (Gagne, 1977) mengemukakan sembilan prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai berikut.
a.    Menarik perhatian (gaining attention) : hal yang menimbulkan minat siswa dengan mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi atau kompleks.
b.    Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives) : memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti pelajaran.
c.    Mengingatkan konsep atau prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or prior learning) : merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.
d.   Menyampaikan materi pembelajaran (presenting the stimulas) : menyampaikan materi-materi pembelajaran yang telah direncanakan.
e.    Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance) : memberikan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing proses atau alur berpikir siswa agar memiliki pemahaman yang lebih baik.
f.     Memperoleh kinerja atau penampilan siswa (eliciting performance) : siswa diminta untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.
g.    Memberikan umpan balik (assessing feedback) : memberitahu seberapa jauh ketepatan performace siswa.
h.   Menilai hasil belajar (assessing performace) : memberikan tugas atau tes untuk  mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.
i.     Memperkuat retensi dan transfer belajar belajar (enhancing retention transfer) : merangsang kemampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan memberikan rangkuman, mengadakan review atau mempraktikkan apa yang telah dipelajari.

C.      Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Pendidikan adalah upaya yang terorganisasi, berencana dan berlangsung secara terus menerus sepanjang hayat untuk membina anak didik menjadi manusia paripurna, dewasa, dan berbudaya. Untuk mencapai pembinaan ini asas pendidikan harus berorientasi pada pengembangan seluruh aspek potensi anak didik, diantaranya aspek kognitif, afektif, dan berimplikasi pada aspek psikomotorik.
Bagi peserta didik, belajar merupakan sebuah proses interaksi antara berbagai potensi diri siswa (fisik, nonfisik, emosi, dan intelektual), interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa lainnya, serta lingkungan dengan konsep dan fakta, interaksi dari berbagai stimulus dengan berbagai respons terarah untuk melahirkan perubahan. Untuk mengembangkan potensi siswa perlu diterapkan sebuah model pembelajaran inovatif dan konstruktif. Dalam mempersiapkan pembelajaran, para pendidik harus memahami karakteristik materi pelajaran, para pendidik harus memahami karakteristik materi pelajaran, karakteristik murid atau peserta didik, serta memahami metodologi pembelajaran sehingga proses pembelajaran akan lebih variatif, inovatif, dan konstruktif dalam merekonstruksi wawasan pengetahuan dan implementasinya sehingga akan meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik.
Sehubungan dengan hal diatas, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan, berkenaan dengan upaya mewujudkan proses pembelajaran yang variatif, inovatif, dan konstruktif, yaitu : a) situasi kelas yang dapat merangsang anak melakukan kegiatan belajar secara bebas; b) peran guru sebagai pengarah dalam belajar; c) guru berperan sebagai penyedia fasilitas; d) guru berperan sebagai pendorong; dan e) guru berperan sebagai penilai proses dan hasil belajar anak.

D.      Prinsip-Prinsip Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Masa usia sekolah dasar adalah masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam hingga kira-kira usia sebelas atau dua belas tahun. Sesuai dengan karakteristik \anak usia sekolah dasar yang suka bermain, memiliki rasa ingin tahu yang besar, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan gemar membentuk kelompok sebaya. Oleh karena itu, pembelajaran di sekolah dasar diusahakan untuk tercipatanya suasana yang kondusif dan menyenangkan. Untuk itu, guru perlu memerhatikan beberapa prinsip pembelajaran yang diperlukan agar tercipta suasana yang kondusif dan menyenangkan tersebut, yaitu : prinsip motivasi, latar belakang, pemusatan perhatian, keterpaduan, pemecahan masalah, menemukan, belajar sambil bekerja, belajar sambil bermain, perbedaan individu, dan hubungan sosial. Beberapa prinsip pembelajaran tersebut dapat diuraikan secara singkat, sebagai berikut :
a.    Prinsip Motivasi adalah upaya guru untuk menumbuhkan dorongan belajar, baik dari dalam diri anak atau dari luar diri anak, sehingga anak belajar seoptimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
b.   Prinsip latar belakang adalah upaya guru dalam proses belajar mengajar  memerhatikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dimiliki anak agar tidak terjadi pengulangan yang membosankan.
c.    Prinsip pemusatan perhatian adalah usaha untuk memusatkan perhatian anak dengan jalan mengajukan masalah yang hendak dipecahkan lebih terarah untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.
d.   Prinsip keterpaduan adalah hal yang terpenting dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru dalam menyampaikan materi hendaknya mengaitkan suatu pokok bahasan dengan pokok bahasan lain, atau subpokok bahasan dengan subpokok bahasan lain agar anak mendapat gambaran keterpaduan dalam proses perolehan hasil belajar.
e.    Prinsip pemecahan masalah adalah situasi belajar yang dihadapkan pada masalah-masalah. Hal ini dimaksudkan agar anak peka dan juga mendorong mereka untuk mencari, memilih, dan menentukan pemecahan masalah sesuai dengan kemampuannya.
f.    Prinsip menemukan adalah kegiatan menggali potensi yang dimiliki anak untuk mencari, mengembangkan hasil perolehannya dalam bentuk fakta dan informasi. Untuk itu proses belajar mengajar yang mengembangkan potensi anak tidak merasa kebosanan.
g.   Prinsip belajar sambil bekerja, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan berdasarkan pengalaman untuk mengembangkan dan memperoleh pengalam baru. Pengalaman belajar yang diperoleh melalui bekerja tidaklah mudah dilupaka oleh anak. Dengan demikian, proses belajar mengajar yang memberikan kesempatan kepada anak untuk bekerja, berbuat sesuatu akan memupuk kepercayaan diri, gembira, dan puas karena kemampuannya tersalurkan dengan melihat hasil kerjanya.
h.   Prinsip belajar sambil bermain adalah kegiatan yang dapat menimbulkan suasana menyenangkan bagi siswa dalam belajar, karena dengan bermain pengetahuan, keterampilan, sikap, dan daya fantasi anak berkembang. Suasana demikian akan mendorong anak aktif dalam belajar.
i.     Prinsip perbedaan individu yakni upaya guru dalam proses belajar mengajar yang memerhatikan perbedaan individu dari tingkat kecerdasan, sifat, dan kebiasaan atau latar belakang keluarga. Hendaknya guru tidak memperlakukan anak-anak seolah-olah sama semua.
j.     Prinsip hubungan sosial adalah sosialisasi pada masa anak yang sedang tumbuh yang banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan secara berkelompok untuk melatih anak menciptakan suasana kerja sama dan saling menghargai satu sama lainnya.
Hasil belajar optimal harus dicapai oleh siswa, karena untuk saat ini hasil belajar dijadikan patokan keberhasilan siswa serta dijadikan tolok ukur tercapai tidaknya tujuan pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan melihat  hasil belajar, maka bisa diukur ketercapaian Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), serta bisa dijadikan patokan untuk menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
                                                                                                                     
E.       Tujuan Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Pendidikan di sekolah dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar baca, tulis hitung, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangan serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di SMP. Terkait dengan tujuan memberikan bekal kemampuan dasar baca tulis, maka peran pendidikan mampu memberikan bekal pada kemampuan dasar baca tulis mulai pada tahap keterwacanaan (dikelas-kelas awal), sampai pada tercapainya kemahirwacanaan (di kelas-kelas tinggi).
Minat dan kultur membaca di negara barat bahkan di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), seperti ; Singapura, Thailand, Filipina, Malaysia lebih  baik dibanding dengan negara indonesia. Di indonesia, minat baca masyarakat masih rendah, yang otomatis berakibat pada sumber daya manusia yang rendah pula. Padahal, minat itu merupakan kunci utama dalam belajar, termasuk minat membaca.
Rendahnya minat baca menjadi problem uatama yang dihadapi bangsa kita. Hal ini terlihat dari tertinggalnya kualitas SDM kita oleh negara-negara tetangga, dan ini menunjukkan kualitas pendidikan kita lebih rendahb dibanding mereka . Salah satunya adalah akibat dari kebiasaan membaca yang sangat rendah dan ini berakibat fatal kepada kualitas SDM-nya sendiri, sebab kepintaran daya nalar seseorang salah satu kunci utamanya ditentukan oleh frekuensi dan banyaknya buku yang dibaca (kultur membaca).
Di sekolah dasar, bagi pembaca pemula yang dimulai pada kelas 3 dan seterusnya, misalnya penerapan strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA) dianggap yang paling efektif. Karena strategi individual dan menekankan pada pengembangan proses berpikir tinggi. Selain itu, strategi ini melibatkan pemahaman aktif dan pertukaran gagasan di antara para pembelajar serta sangat efektif dalam mengarahkan dinamika sosial yang terjadi dalam kelompok pembelajaran.

F.       Peran Guru Dalam Pembelajaran
Mengingat pentingnya pendidikan dasar sebagai tonggak awal peningkatan SDM, banyak pihak menarik perhatian bahwa pendidikan dasar adalah jembatan upaya peningkatan pengembangan SDM untuk dapat berkompetensi dalam skala regional maupun internasional. Mutu pendidikan yang baik ditingkat seklah dasar akan menghasilkan ditingkat secara sistematik mutu pendidikan pada jenjang pendidikan selanjutnya. Oleh karena itu, pada tingkat sekolah dasar sangat memungkinkan untuk dikembangkan usaha dalam perubahan mutu pendidikan hal ini dilakukan melalui penataan kelembagaan, pengelolaan, dan peningkatan mutu pendidikan.
Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai. Ada beberapa hal yang membentuk kewibawaan guru, antara lain penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar individu baik dengan siswa maupun antar sesame guru dan unsure lain yang terkait dalam proses pendidikan seperti administrasi, kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat sekitarnya.
Menurut Solihatin Raharjo (2007), menyebutkan bahwa dalam pembelajaran disekolaah dasar saat ini, guru masih menganggap siswa sebagai objek, bukan sebagai subjek dalam pembelajaran, sehingga guru dalam proses pembelajaran masih mendominasi aktivitas belajar, salah satu upaya mengatasi permasalahan ini, guru harus mampu merancang model pembeelajaran yang bermakna bagi siswa. Untuk itu, guru harus kreatif dalam mendesain model pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berpartisipasi, aktif, kreatif terhadap materi yang diajarkan. Pentingnya merancang model pembelajaran yang bermakna ini karena fungsi utama setiap mata pelajaran disekolah dasar, yaitu mengembangkan pengetahuan, nilai, dan sikap, serta keterampilan sosial siswa.

G.      Karakteristik Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
Satu hal yang juga tidak boleh dilupakan oleh guru atau pendidik di sekolah dasar ini adalah guru hendaknya memahami karakteristik siswa yang akan diajarnya. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal. Pertumbuhan dan perkembangan siswa merupakan bagian pengetahuan yang harus dimiliki oleh guru. Menurut Sumantri, (2005), pentingnya mempelajari perkembangan peserta didik bagi guru, sebagai berikut :
a.       Kita akan memperoleh ekspetasi yang nyata tentang anak dan remaja.
b.      Pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak membantu kita untuk merespons sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu pada seorang anak.
c.       Pengetahuan tentang perkembangan anak akan membantu mengenali berbagai penyimpangan dari perkembangan yang normal.
d.      Dengan mempelajari perkembangan anak akan membantu memahami diri sendiri.
Perkembangan anak meliputi aspek pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental. Perkembangan mental terdiri dari perkembangan intelektual, perkembangan bahasa, perkembangan sosial, perkembangan emosi, perkembangan moral dan perkembangan keagamaan. Fase perkembangan anak, menurut Santrok dan yussen terdiri dari lima fase, yaitu :
a.    Fase Prenatal, saat dalam  kandungan dari masa pembuahan sampai dengan masa kelahiran.
b.    Fase bayi, yaitu saat perkembangan yang berlangsung sejak lahir sampai usia 18 atau 24 bulan
c.    Fase kanak-kanak awal, yaitu fase perkembangan yang berlangsung sejak akhir masa bayi sampai usia lima atau enam tahun.
d.   Fase kanak-kanak tengah atau akhir, yaitu fase perkembangan yang berlangsung sejak kira-kira umur enam sampai sebelas tahun.
e.    Fase remaja, yaitu masa perkembangan yang merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal.
Perkembangan Fisik pada anak sekolah dasar, yang paling menonjol meliputi perkembanga fisik motorik.
1.    Perkembangan fisik motorik
Perkembangan ini biasanya seperti menggerakan tangan untuk menulis menggambar, mengambil makanan, dan sebagainya. Fase usia sekolah dasar (7-12 tahun) ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu usia ini kerupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik baik halus maupun kasar.
Motorik halus diantaranya : menulis, menggambar atau melukis, mengetik, merupa, menjahit, membuat kerajinan dari kertas. Motorik kasar diantaranya baris berbaris, seni beladiri, senam, berenang, atletik main sepak bola dan sepak bola. Upaya-upaya sekolah untuk mempasilitasi perkembangan motorik secara fungsional diantaranya :
a.    Sekolah meranncang pelajaran keterampilan yang bermanfaat bagi perkembangan atau kehidupan anak, seperti mengetik, menjahit, merupa, atau kerajinan tangan lainnya.
b.    Sekolah memberikan pelajaran senam atau olahraga kepada paara siswa, yang jenisnya disesuaikan dengan usia siswa.
c.    Sekolah perlu merekrut guru-guru yang memiliki keahlian dalam bidang-bidang tersebut diatas.
d.   Sekolah menyediakan sarana untuk keberlangsungan penyelenggaraan pelajaran tersebut seperti alat-alat yang diperlukan dan tempat atau lapangan olahraga.
Selain perkembangan intelektualnya, pada anak usia sekolah dasar ini ditandai dengan karakteristik-karakteristik perkembangan lainnya. Secara umum, karakteristik perkembangan anak pada kelas awal (kelas 1,2,3) sekolah dasar biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Dalam tahap perkembangannya, siswa yang berada pada tahap periode perkembangan yang berbeda antara kelas awal (Kelas 1-3) dengan kelas akhir (4-6) dari segala aspek. Menurut Piaget (1950), yang menyatakan bahwa setiap tahapan perkembangan kognitif tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda secara garis besarnya dikelompokkan kepada empat tahap, yaitu : tahap sensori motor, tahap pra-operasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal.
1)   Tahap sensori motor (usia 0-2 tahun), pada tahap ini belum memasuki usia sekolah.
2)   Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun), pada tahap ini kemampuan skema kognitifnya masih terbatas.
3)   Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun), pada tahap ini peserta didik sudah mulai memahami aspek-aspek kumuatif materi, misalnya volume dan jumlah, mempunyai kemampuan memahami cara mengkombinasikan beberapa holongan benda yang bervariasi tingkatannya.
4)   Tahap operasional formal (usia 11-15 tahun), pada tahap ini peserta didik sudah menginjak usia remaja, perkembangan kognitif peserta didik pada tahap ini telah memiliki kemampuan mengoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif baik secara simultan (serentak) maupun berurutan.
Hubungan antara perkembangan fisik motorik dengan pembelajaran, yaitu Perkembangan fisik yang normal (tidak cacat) merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan, maupun keterampilan. Perkembangan motorik ini sangat mendasar bagi belajar keterampilan. Oleh karena itu, kematangan dalam perkembangan motorik sangat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Pada masa usia sekolah dasar, kematangan perkembangan motorik ini pada umumnya telah dicapainya, oleh karena itu mereka sudah siap menerima pelajaran keterampilan.
Untuk memfasilitasi perkembangan motorik atau keterampilan ini, maka sekolah perlu menyiapkan guru khusus untuk mengajar olahraga atau kesenian (melukis, menari, membatik, atau yang lainnya), berikut sarana dan prasarananya, seperti lapangan untuk fasilitas olahraga, serta fasilitas kesenian.
Perkembangan mental pada anak sekolah dasar yang paling menonjol sebagaimana dikemukakan di atas, meliputi perkembangan intelektual, perkembangan bahasa, perkembangan sosial, perkembangan emosi, perkembangan moral, dan perkembangan keagamaan, yang secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Perkembangan Intelektual
Pada usia sekolah dasar (usia 6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektua atau kemampuan kognitif, seperti membaca, menulis, dan menghitung. Dilihat dari aspek perkembangan kognitif, menurut piaget masa ini berada pada tahap operasi konkret, yang ditandai dengan kemampuan (1) mengklasifikasikan benda-benda berdasarkan ciri yang sama; (2) menyusun atau mengasosiasikan angka-angka atau bilangan; (3) memecahkan masalah yang sederhana.
Upaya untuk mengembangakan daya nalarnya atau kreativitas anak, maka perlu diberi peluang-peluang untuk bertanya, berpendapat, menilai, tentang berbagai hal yang terkait dengan pelajaran atau yang terjadi di lingkungan. Adapun upaya yang dapat dilakukan disekolah adalah dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seperti perlombaan, cerdas cermat.

2.    Perkembangan bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Melalui bahasa, setiap manusia dapat mengenal dirinya, sesama, alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama. Menurut Syamsu Yusu (2007 : 138), perkembangan bahasa mencakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar atau lukisan.
Pada masa usia sekolah dasar anak sudah menguasai sekitar 2500 kata dan masa akhir (kira-kira usia 11-12 tahun) anak telah menguasai sekitar 50.000 kata ( Abin samsyuddin M, 2001 dan Nana Syaodih. S.1990).
Dengan diberikannya bahasa disekolah, para siswa diharapkan dapaat menguasai dan menggunakannya sebagai alat untuk (1) berkomunikasi ecara baik dengan orang lain ; (2) mengekspresikan pikiran , perasaan, sikap, dan pendapatnya. (3) memahami isi dari setiap bahan bacaan yang dibacanya. Untuk mengembangkannya anak dilatihkan untuk membuat karangan atau tulisan tentang berbagai hal dengan pengalaman hidup sendiri. Seperti menyusun autobiografi, kehidupan keluarga, lingkungan, cita-cita . Hubungan Perkembangan bahasa dengan pembelajaran yaitu terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa yaitu :
a.         Proses jadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang atau organ-organ suara/bicara sudah berfungsi untuk berkata-kata.
b.        Proses belajar yang berarti bahwa anak telah matang untuk berbicara dapat mempelajari bahasa yang lain dengan cara engikuti atau meniru ucapan atau kata-kata yang didengarnya.
Disekolah diberikan pelajara bahasa dengan sengaja menambah perbendaharaan kata-katanya, mengejar dan menyusun struktur kalimat, pribahasa, kesustraan dan keterampilan mengarang dengan dibekali dengan pelajaran bahasa ini, diharapakan peserta didik dapat menguasai dan mempergunakannya sebagai alat untuk : a. Berkomunikasi dengan orang lain, b. Menyatakan isi hatinya atau perasaannya, atau c. memahami keterangan atau informasi yang diterimanya, d. berfikir atau menyatakan pendapat atau gagasan dan e. mengembangkan kepribadiannya seperti menyatakan sikap dan keyakinannya.

3.   Perkembangan emosi
Pada usia sekolah ( khususnya dikelas tinggi,kelas 4,5,6) anak mulai menyadari, bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidak ada yang diterima atau tidak disenangi oleh orang lain. Menurut Juntika Nasution (2007 : 153), emosi adalah suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (a stride up state) yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya perilaku.
Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua atau guru dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh. Apabila anak dikembangkan  dilikngkungan keluarga yang suasana emosionalnnya setabil,maka perkembangan emosi anak cenderung stabil atau sehat.akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya kurang stabil atau kurang kontrol(seperti: marah-marah,mudah mengeluh,kecewa dan pesimis dalam menghadapi masalah),maka perkembangan emosi anak,cenderung kurang stabil atau tidak sehat.
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar.  Emosi positif seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu yang tinggi akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhaatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif berdiskusi, mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah dan disiplin dalam belajar. Sebaliknya, apabila proses belajar itu emosi yang negative seperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses pembelajaran tersebut akan mengalami hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajar.
Upaya yang dapat ditempuh guru dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif itu adalah sebagai berikut :
a.       Mengambangkan iklim atau suasana kelas yang bebas dari ketegangan seperti guru bersikap ramah, tidak judes atau galak.
b.      Memperlakukan siswa sebagai individu yang mempunyai harga diri seperti guru menghargai pribadi, pendapat, dan hasil karya siswa dn tidak mencemoohkan atau melecehkan pribadi, pendaapat, dan hasil karya siswa.
c.       Memberikan nilai secara adil dan objektif.
d.      Menciptakan kondisi kelas yang tertib, bersih dan sehat.

4.   Perkembangan sosial
Maksud perkembangan sosial ini adalah pencaapain kematangan dalam hubungan atau interaksi sosial. Dapat jugaa diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi, dan moral agama. Perkembangan sosial pada anak usia SD/MI ditandai dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan para anggota keluarga, juga dengan teman sebaya, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya bertambah luas. Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri dari sikap berpusat pada diri sendiri, kepada sikap pekerjasama atau sosiosentris.
Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya maupun lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar disekolah,  kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik maupun tugas yang membutuhkan pikiran, seperti merencanakan kegiatan kemping dan membuat laporan study tour. Tugas-tugas kelompok ini harus memberikan kempatan kepada setiap peserta didikuntuk menunjukan prestasinya, dan juga diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan melaksanakan tugas kelompok, siswa dapat belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerjasama, saling menghormati, bertenggang rasa, dan bertanggung jawab.

5.   Perkembangan Moral 
Tingkah laku yang bermoral merupakan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai tata cara/adat yang terdapat dalam kelompok atau masyarakat. Nilai-nilai moral tersebut tidak sama tergantung dari faktor kebudayaan setempat. Nilai moral merupakan sesuatu yang bukan diperoleh dari lahir melainkan dari luar.
Anak menyesuaikan diri pada aturan-aturan yang ada dalam kelompok dan disepakati bersama oleh kelompok tersebut (moralitas konvensional atau moralitas dari aturan-aturan). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Moral , antara lain : Usia Sekolah Dasar merupakan tahun-tahun imajinasi atau keajaiban bagi anak. Berikut ini pendapat para ahli tentang perkembangan moral. 
a. Menurut Piaget 
Anak usia 5 tahun masih menilai benar dan salah secara kaku, disebut tahap moralitas heteronomous (heteronomous morality). Pada usia sekitar 11 tahun, proses berpikirnya sudah mulai berkembang sehingga penilaian benar dan salah menjadi relatif. 

  b. Menurut Kohlberg
Tingkat pertama, anak mengikuti semua peraturan yang telah ditentukan dengan harapan dapat mengambil hati orang lain dan dapat diterima dalam kelompok (moralitas anak baik). Tahap kedua, a. Lingkungan rumah, b. Lingkungan sekolah, c. Teman sebaya dan aktivitas, d. Intelegensi dan jenis kelamin .
6.    Perkembangan Agama
Menurut Zakiah Darajat (dalam Martini Jumaris), agama sebagai dari iman, pikiran yang diserapkan oleh pikiran, perasaan, dilaksanakan dalam tindakan, perbuatan, perkataan dan sikap. Agama merupakan pengarah dan penentu sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. 
Awalnya anak-anak mempelajari agama berdasarkan contoh baik di rumah maupun di sekolah. Bambang Waluyo menyebutkan dalam artikelnya bahwa pendidikan agama di sekolah meliputi dua aspek, yaitu : 1. Aspek pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada jiwa), 2. Pengajaran agama (ditujukan kepada pikiran) . Metode yang digunakan dalam pembelajaran harus berkaitan erat dengan dimensi perkembangan motorik, bahasa, social, emosional maupun intelegensi siswa. Untuk kelas rendah dapat menggunakan metode bercerita, bermain, karyawisata, demonstrasi atau pemberian tugas. Untuk kelas tinggi dapat menggunakan metode ceramah, bercerita, diskusi, tanya jawab, pemberian tugas atau metode lainnya yang sesuai dengan perkembangan siswa.  Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran di SD, antara lain: 
a.         Metode Bercerita 
b.        Metode Bermain 
c.         Metode Karyawisata 
d.        Metode Demonstrasi 
e.         Metode Pemberian Tugas 
f.         Metode Diskusi dan Tanya Jawab.
       Hubungan Perkembangan Keagamaan dengan pembelajaran, yaitu Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan dari periode sebelumnya. Oleh karena itu, kualitas keagaman siswa akan sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Dakam kaitannya dengan hal ini, pendidikan agama disekolah dasar mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, pendidikan agama (pengajran, pembiasaan, dan penanaman nilai-nilai keagamaan) di sekolah dasar harus menjadi perhatian semua pihak yang terlibat dalam pendidikan di SD/MI, dalam hal ini bukan hanya guru agama akan tetapi kepada sekolah dan guru-guru lain.
       Dalam kaitannya dengan pemberian materi agama kepada anak, disamping mengembangkan pemahaman, juga memberikan latihan atau pembiasaan keagamaan yang menyangkut ibadah dan akhlak. Disamping membiasakan ibadah tersebut, juga perlu dibiasakan ibadah sosial, yaitu menyangkut akhlah terhadap sesame manusia, seperti 1) hormat kepada kedua orang tua, guru, dan orang lain, 2) memberikan bantuan kepada orang yang memerlukan pertolongan, 3) menyayangi fakir miskin; 4) memelihara kebersihan dan kesehatan; 5) bersikap jujur (tidak berdusta); dan 6) bersikap amanah (bertanggung jawab).          
       Kepada anak SD/MI perlu diperkenalkan juga hukum-hukum agama : 1) halah-haram, yang menyangkut makanan-minuman, dan perbuatan. Contoh makanan dan minuman yang haram, yaitu babi, darah, bangkai, minuman keras, dan hasil curian; dan contoh perbuatan yang haram, seperti mencuri, berjudi, membunuh, tawuran, saling memusuhkan, durhaka kepada orang tua, dan berdusta (tidak jujur); 2) wajib-sunah yang menyangkut ibadah, seperti berwudhu, shalat, shaum, zakat, haji, membaca Al-quran, dan berdoa.

1 komentar: