Sabtu, 13 Desember 2014



Aliran Eksistensialisme
“Pengaruh Eksistensialisme dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan”
      eksistensialisme tidak mudah dirumuskan, karena di dalamnya terdapat beberapa aliran yang berbeda, bahkan kaum eksistensialis sendiri tidak sepakat mengenai rumusan apa sebenarnya eksistensialisme itu. Namun demikian, ada sesuatu yang menjadi kesamaan dalam aliran ini, yaitu memfokuskan pada cara keberadaan manusia di dunia ini. Namun, untuk memberikan sedikit gambaran tentang eksistensialisme ini, maka berikut akan di paparkan pengertiannya. Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari bahasa Latin ex yang berarti keluar dan sistere yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman disebut dasein (da artinya di sana, sein artinya berada).
           
            Dari uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa cara berada manusia itu menunjukkan bahwa ia merupakan kesatuan dengan alam jasmani, ia satu susunan dengan alam jasmani, manusia selalu mengkonstruksi dirinya, jadi ia tidak pernah selesai. Dengan demikian, manusia selalu dalam keadaan belum selesai, yang masih dalam proses menjadi; ia selalu sedang ini atau sedang itu.

            Kalangan Eksistensialisme “terganggu” akan apa yang mereka dapatkan pada kemapanan pendidikan. Mereka dengan segera menegaskan bahwa banyak dari apa yang disebut pendidikan sebenarnya tidaklah apa – apa kecuali propaganda yang digunakan untuk memikat audiens. Mereka juga mengungkapkan bahwa banyak dari apa yang dewasa ini dianggap pendidikan sejati adalah sesuatu yang membahayakan, karena ia menyiapkan peserta didik untuk konsumerisme atau menjadikannya sebagai tenaga penggerak dalam mesin teknologi industrial dan birokrasi modern. Bukan malah mengembangkan individualitas dan kreativitas, keluh kalangan eksistensialis, banyak pendidikan justru memusnahkan sifat – sifat kemanusiaan yang pokok tadi. Menurut aliran eksistensialisme, tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri. Memberikan bekal pengalaman yang luas dan komprehensif kepada para siswa dalam semua bentuk kehidupan.
           
            Eksistensialisme menyatakan bahwa kurikulum ideal adalah kurikulum yang memberikan kebebasan individual yang luas bagi para siswa agar mereka mampu untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri. Dengan kata lain yang diutamakan adalah kurikulum liberal, yang merupakan landasan bagi kebebasan manusia.
Menurut eksistensialisme, mata pelajaran merupakan materi di mana individu akan dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan dunianya. Menurut aliran ini, semua mata pelajaran memiliki kedudukan yang sama. Karena setiap anak membutuhkan mata palajaran yang berbeda untuk membantu menemukan dirinya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pegembangan Kurikulum
Dalam Sukmadinata (2006 : 158), ada tiga faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, yaitu :
v  Perguruan Tinggi
v  Masyarakat
v  Sistem nilai

1. Pergururan Tinggi
            Perguruan tinggi setidaknya memberikan dua pengaruh terhadap kurikulum sekolah. Pertama, dari segi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan diperguruan tinggi umum. Pengetahuan dan teknologi banyak memberikan sumbangan bagi isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dikembangkan di perguruan tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi isi kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan. Kedua, dari segi pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK, seperti IKIP, FKIP, STKIP). Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan juga mempengaruhi pengembangan kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru-guru yang dihasilkannya.
            Pengusaan keilmuan, baik ilmu pendidikan maupun ilmu bidang studi serta kemampuan mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi pengembangan dan implementasi kurikulum di sekolah. Guru-guru yang mengajar pada berbagai jenjang dan jenis sekolah yang ada dewasa ni, umumnya disiapkan oleh LPTK melalui berbagai program, yaitu program diploma dan sarjana. Pada Sekolah Dasar masih banyak guru berlatar belakang pendidikan SPG dan SGO, tetapi secara berangsur-angsur mereka mengikuti peningkatan kompetensi dan kualifikasi pendidikan guru melalui program diploma dan sarjana.

2. Masyarakat
            Sekolah merupakan bagian dari masyarakat, yang diantaranya bertugas mempersiapkan anak didik untuk dapat hidup secara bermatabat di masyarakat. Sebagai bagian dan agen masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di tempat sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi masyarakat penggunanya serta upaya memenuhi kebutuhan dan tuntutan mereka.
            Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat yang homogen atau heterogen. Sekolah berkewajiban menyerap dan melayani aspirasi-aspirasi yang ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarkat akan mempengaruhi pengembangan kurikulum. Hal ini karena sekolah tidak hanya sekedar mempersiapkan anak untuk selesai sekolah, tetapi juga untuk dapat hidup, bekerja, dan berusaha. Jenis pekerjaan yang ada di masyarakat berimplikasi pada kurikulum yang dikembangkan dan digunakan sekolah.

3. Sistem Nilai
            Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan, sosial, budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertangung jawab dalam pemeliharaan dan pewarisan nilai-nilai positif yang tumbuh di masyarakat. Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum. Persoalannya bagi pengembang kurikulum ialah nilai yang ada di masyarakat itu tidak hanya satu. Masyarakat umumnya heterogen, terdiri dari berbagai kelompok etnis, kelompok vokasional, kelompok intelek, kelompok sosial, dan kelompok spritual keagamaan, yang masing-masing kelompok itu memiliki nilai khas dan tidak sama. Dalam masyarakat juga terdapat aspek-aspek sosial, ekonomi, politk, fisik, estetika, etika, religius, dan sebagainya. Aspek-aspek tersebut sering juga mengandung nilai-nilai yang berbeda.
            Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengakomodasi pebagai nilai yang tumbuh di masyarakat dalam kurikulum sekolah, diantaranya :
·         Mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat
·         Berpegang pada prinsip demokratis, etis, dan moral
·         Berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang patut ditiru
·         Menghargai nlai-nilai kelompok lain
·         Memahami dan menerima keragaman budaya yang ada
            Berdasarkan analisis kami, bukan hanya 3 (tiga) faktor yang dikemukan oleh Sukmadinata (2006) saja, yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, tetapi masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi pengembangan kurikulum. Salah satunya landasan pengembangan kurikulum itu sendiri. Landasan pengembangan kurikulum sangat mempengaruhi pengembangan kurikulum karena bila landasannya berupa maka akan mempengaruhi pengembangan kurikulum.
            Setelah membandingkan konten filosofis yang tergambar di dalam filsafat perenialisme, eksistensialisme, progresivisme, dan rekonstruk-sionisme dengan rumusan tekstual landasan filosofi Kurikulum 2013 di atas, dapat kita tarik suatu simpulan bahwa Kurikulum 2013 secara filosofis bersifat ekliktik. Kurikulum ini tampak mengodifikasi nilai-nilai ideal yang terkandung di dalam empat filsafat pendidikan itu, dan mengeliminasi muatan-muatan yang bersifat negatif dan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki bangsa Indonesia yang bersumber utama pada nilai-nilai luhur Pancasila dan ciri pribadi bangsa yang sesungguhnya memiliki keragaman potensi ketangguhan dalam menghadapi berbagai tantangan perubahan zaman.
Perlu digarisbawahi di sini bahwa ekliktisme Kurikulum 2013 tidak terbatas pada empat filsafat itu, tetapi juga termasuk filsafat-filsafat lain yang memuat kandungan nilai yang baik dan relevan. Lebih jauh bahkan ekliktisme itu juga melibatkan berbagai nilai dan norma yang ada di dalam keragaman sistem budaya dalam pengertian yang luan yang ada di dunia ini, termasuk di dalamnya nilai-nilai religiositas yang terkandung di dalam keragaman agama.













DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar