Aliran Eksistensialisme
“Pengaruh Eksistensialisme
dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan”
eksistensialisme tidak mudah dirumuskan,
karena di dalamnya terdapat beberapa aliran yang berbeda, bahkan kaum
eksistensialis sendiri tidak sepakat mengenai rumusan apa sebenarnya
eksistensialisme itu. Namun demikian, ada sesuatu yang menjadi kesamaan dalam
aliran ini, yaitu memfokuskan pada cara keberadaan manusia di dunia ini. Namun,
untuk memberikan sedikit gambaran tentang eksistensialisme ini, maka berikut
akan di paparkan pengertiannya. Kata dasar eksistensi (existency) adalah exist
yang berasal dari bahasa Latin ex yang berarti keluar dan sistere yang berarti
berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Artinya
dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia
berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman
disebut dasein (da artinya di sana, sein artinya berada).
Dari
uraian di atas dapat diambil pengertian bahwa cara berada manusia itu
menunjukkan bahwa ia merupakan kesatuan dengan alam jasmani, ia satu susunan
dengan alam jasmani, manusia selalu mengkonstruksi dirinya, jadi ia tidak
pernah selesai. Dengan demikian, manusia selalu dalam keadaan belum selesai,
yang masih dalam proses menjadi; ia selalu sedang ini atau sedang itu.
Kalangan
Eksistensialisme “terganggu” akan apa yang mereka dapatkan pada kemapanan
pendidikan. Mereka dengan segera menegaskan bahwa banyak dari apa yang disebut
pendidikan sebenarnya tidaklah apa – apa kecuali propaganda yang digunakan
untuk memikat audiens. Mereka juga mengungkapkan bahwa banyak dari apa yang
dewasa ini dianggap pendidikan sejati adalah sesuatu yang membahayakan, karena
ia menyiapkan peserta didik untuk konsumerisme atau menjadikannya sebagai
tenaga penggerak dalam mesin teknologi industrial dan birokrasi modern. Bukan
malah mengembangkan individualitas dan kreativitas, keluh kalangan
eksistensialis, banyak pendidikan justru memusnahkan sifat – sifat kemanusiaan yang
pokok tadi. Menurut aliran eksistensialisme, tujuan pendidikan adalah untuk
mendorong setiap individu agar mampu mengembangkan semua potensinya untuk
pemenuhan diri. Memberikan bekal pengalaman yang luas dan komprehensif kepada
para siswa dalam semua bentuk kehidupan.
Eksistensialisme
menyatakan bahwa kurikulum ideal adalah kurikulum yang memberikan kebebasan individual
yang luas bagi para siswa agar mereka mampu untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan
menarik kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri. Dengan kata lain yang diutamakan
adalah kurikulum liberal, yang merupakan landasan bagi kebebasan manusia.
Menurut eksistensialisme, mata pelajaran merupakan materi di mana individu akan dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan dunianya. Menurut aliran ini, semua mata pelajaran memiliki kedudukan yang sama. Karena setiap anak membutuhkan mata palajaran yang berbeda untuk membantu menemukan dirinya.
Menurut eksistensialisme, mata pelajaran merupakan materi di mana individu akan dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan dunianya. Menurut aliran ini, semua mata pelajaran memiliki kedudukan yang sama. Karena setiap anak membutuhkan mata palajaran yang berbeda untuk membantu menemukan dirinya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pegembangan Kurikulum
Dalam Sukmadinata (2006 : 158), ada tiga
faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum, yaitu :
v Perguruan Tinggi
v Masyarakat
v Sistem nilai
1. Pergururan Tinggi
Perguruan
tinggi setidaknya memberikan dua pengaruh terhadap kurikulum sekolah. Pertama,
dari segi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan
diperguruan tinggi umum. Pengetahuan dan teknologi banyak memberikan sumbangan
bagi isi kurikulum serta proses pembelajaran. Jenis pengetahuan yang
dikembangkan di perguruan tinggi akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan
dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi isi
kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan. Kedua,
dari segi pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK, seperti IKIP, FKIP, STKIP).
Kurikulum Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan juga mempengaruhi pengembangan
kurikulum, terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari
guru-guru yang dihasilkannya.
Pengusaan
keilmuan, baik ilmu pendidikan maupun ilmu bidang studi serta kemampuan
mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi pengembangan dan implementasi
kurikulum di sekolah. Guru-guru yang mengajar pada berbagai jenjang dan jenis
sekolah yang ada dewasa ni, umumnya disiapkan oleh LPTK melalui berbagai
program, yaitu program diploma dan sarjana. Pada Sekolah Dasar masih banyak
guru berlatar belakang pendidikan SPG dan SGO, tetapi secara berangsur-angsur
mereka mengikuti peningkatan kompetensi dan kualifikasi pendidikan guru melalui
program diploma dan sarjana.
2. Masyarakat
Sekolah
merupakan bagian dari masyarakat, yang diantaranya bertugas mempersiapkan anak
didik untuk dapat hidup secara bermatabat di masyarakat. Sebagai bagian dan
agen masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat di
tempat sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya mencerminkan kondisi
masyarakat penggunanya serta upaya memenuhi kebutuhan dan tuntutan mereka.
Masyarakat
yang ada di sekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat yang homogen atau
heterogen. Sekolah berkewajiban menyerap dan melayani aspirasi-aspirasi yang
ada di masyarakat. Salah satu kekuatan yang ada dalam masyarakat adalah dunia
usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di masyarkat akan mempengaruhi
pengembangan kurikulum. Hal ini karena sekolah tidak hanya sekedar
mempersiapkan anak untuk selesai sekolah, tetapi juga untuk dapat hidup,
bekerja, dan berusaha. Jenis pekerjaan yang ada di masyarakat berimplikasi pada
kurikulum yang dikembangkan dan digunakan sekolah.
3. Sistem Nilai
Dalam kehidupan
bermasyarakat terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan, sosial,
budaya maupun nilai politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertangung
jawab dalam pemeliharaan dan pewarisan nilai-nilai positif yang tumbuh di
masyarakat. Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan tersebut harus
terintegrasikan dalam kurikulum. Persoalannya bagi pengembang kurikulum ialah
nilai yang ada di masyarakat itu tidak hanya satu. Masyarakat umumnya
heterogen, terdiri dari berbagai kelompok etnis, kelompok vokasional, kelompok
intelek, kelompok sosial, dan kelompok spritual keagamaan, yang masing-masing
kelompok itu memiliki nilai khas dan tidak sama. Dalam masyarakat juga terdapat
aspek-aspek sosial, ekonomi, politk, fisik, estetika, etika, religius, dan
sebagainya. Aspek-aspek tersebut sering juga mengandung nilai-nilai yang
berbeda.
Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengakomodasi pebagai nilai yang
tumbuh di masyarakat dalam kurikulum sekolah, diantaranya :
·
Mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat
·
Berpegang pada prinsip demokratis, etis, dan moral
·
Berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang patut ditiru
·
Menghargai nlai-nilai kelompok lain
·
Memahami dan menerima keragaman budaya yang ada
Berdasarkan
analisis kami, bukan hanya 3 (tiga) faktor yang dikemukan oleh Sukmadinata
(2006) saja, yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum,
tetapi masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi pengembangan kurikulum.
Salah satunya landasan pengembangan kurikulum itu sendiri. Landasan
pengembangan kurikulum sangat mempengaruhi pengembangan kurikulum karena bila
landasannya berupa maka akan mempengaruhi pengembangan kurikulum.
Setelah membandingkan konten filosofis yang tergambar di dalam filsafat
perenialisme, eksistensialisme, progresivisme, dan rekonstruk-sionisme dengan
rumusan tekstual landasan filosofi Kurikulum 2013 di atas, dapat kita tarik
suatu simpulan bahwa Kurikulum 2013 secara filosofis bersifat ekliktik.
Kurikulum ini tampak mengodifikasi nilai-nilai ideal yang terkandung di dalam
empat filsafat pendidikan itu, dan mengeliminasi muatan-muatan yang bersifat
negatif dan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki bangsa Indonesia
yang bersumber utama pada nilai-nilai luhur Pancasila dan ciri pribadi bangsa
yang sesungguhnya memiliki keragaman potensi ketangguhan dalam menghadapi
berbagai tantangan perubahan zaman.
Perlu digarisbawahi di sini bahwa
ekliktisme Kurikulum 2013 tidak terbatas pada empat filsafat itu, tetapi juga
termasuk filsafat-filsafat lain yang memuat kandungan nilai yang baik dan
relevan. Lebih jauh bahkan ekliktisme itu juga melibatkan berbagai nilai dan
norma yang ada di dalam keragaman sistem budaya dalam pengertian yang luan yang
ada di dunia ini, termasuk di dalamnya nilai-nilai religiositas yang terkandung
di dalam keragaman agama.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar