Selasa, 05 Januari 2016

Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (Jumat, 17 Agustus 1945 M atau 17 Ramadan 1365 H) dibacakan oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Muhammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini, Jakarta Pusat.





Berikut sejarah singkat rangkaian peristiwa menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI

Tanggal 6 Agustus 1945 -- 2 bom atom dijatuhkan ke dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Ini menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Tanggal 7 Agustus 1945 -- BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Tanggal 9 Agustus 1945 -- Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.

Tanggal 10 Agustus 1945 -- Sementara itu, di Indonesia, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Syahrir memberitahu penyair Chairil Anwar tentang dijatuhkannya bom atom di Nagasaki dan bahwa Jepang telah menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah. Syahrir mengetahui hal itu melalui siaran radio luar negeri, yang ketika itu terlarang. Berita ini kemudian tersebar di lingkungan para pemuda terutama para pendukung Syahrir.

Tanggal 11 Agustus 1945 -- Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat dilaksanakan dalam beberapa hari.

Tanggal 14 Agustus 1945 -- Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat (250 km di sebelah timur laut dari Saigon), Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu busuk Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro dengan Jepang. Hatta menceritakan kepada Sjahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.

Sementara itu Syahrir menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi dan bahkan mungkin harus siap menghadapi bala tentara Jepang dalam hal mereka akan menggunakan kekerasan. Syahrir telah menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke seluruh Jawa untuk dicetak dan dibagi-bagikan. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap, Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Tanggal 15 Agustus 1945 -- Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Belanda. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.

Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Maeda, di Jalan Imam Bonjol. Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 malam 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan UUD yang sehari sebelumnya telah disiapkan Hatta.

Tanggal 16 Agustus 1945 -- Gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pengikut Syahrir. Pada siang hari mereka berkumpul di rumah Hatta, dan sekitar pukul 10 malam di rumah Soekarno. Sekitar 15 pemuda menuntut Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan melalui radio, disusul pengambilalihan kekuasaan. Mereka juga menolak rencana PPKI untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 16 Agustus.

Peristiwa Rengasdengklok
Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok. Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945 mereka menculik Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, dan membawanya ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.

Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Yamamoto
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, bertemu dengan Jenderal Yamamoto dan bermalam di kediaman wakil Admiral Maeda Tadashi. Dari komunikasi antara Hatta dan tangan kanan komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno dan Hatta menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi untuk memberikan kemerdekaan.

Naskah Proklamasi
Mengetahui bahwa proklamasi tanpa pertumpahan darah telah tidak mungkin lagi, Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat dan menyiapkan teks Proklamasi yang kemudian dibacakan pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945.

Sebelumnya para pemuda mengusulkan agar naskah proklamasi menyatakan semua aparat pemerintahan harus dikuasai oleh rakyat dari pihak asing yang masih menguasainya. Tetapi mayoritas anggota PPKI menolaknya dan disetujuilah naskah proklamasi seperti adanya hingga sekarang. Para pemuda juga menuntut enam pemuda turut menandatangani proklamasi bersama Soekarno dan Hatta dan bukan para anggota PPKI. Para pemuda menganggap PPKI mewakili Jepang. Kompromi pun terwujud dengan membubuhkan anak kalimat “atas nama Bangsa Indonesia” Soekarno-Hatta. Rancangan naskah proklamasi ini kemudian diketik oleh Sayuti Melik.

Isi Teks Proklamasi
Isi teks proklamasi kemerdekaan yang singkat ini adalah:


Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta

Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605.

Teks diatas merupakan hasil ketikan dari Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi.

Sementara naskah yang sebenarnya hasil gubahan Muh.Hatta, A.Soebardjo, dan dibantu oleh Ir.Soekarno sebagai pencatat. Adapun bunyi teks naskah otentik itu sebagai berikut:


Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, 17 – 8 – ’45
Wakil2 bangsa Indonesia

Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia (Jumat, 17 Agustus 1945 M atau 17 Ramadan 1365 H) dibacakan oleh Ir. Soekarno yang didampingi oleh Drs. Muhammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur 56, Cikini, Jakarta Pusat.

Berikut sejarah singkat rangkaian peristiwa menjelang Proklamasi Kemerdekaan RI

Tanggal 6 Agustus 1945 -- 2 bom atom dijatuhkan ke dua kota di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki oleh Amerika Serikat. Ini menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.

Tanggal 7 Agustus 1945 -- BPUPKI berganti nama menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Tanggal 9 Agustus 1945 -- Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.

Tanggal 10 Agustus 1945 -- Sementara itu, di Indonesia, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang. Syahrir memberitahu penyair Chairil Anwar tentang dijatuhkannya bom atom di Nagasaki dan bahwa Jepang telah menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah. Syahrir mengetahui hal itu melalui siaran radio luar negeri, yang ketika itu terlarang. Berita ini kemudian tersebar di lingkungan para pemuda terutama para pendukung Syahrir.

Tanggal 11 Agustus 1945 -- Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat dilaksanakan dalam beberapa hari.

Tanggal 14 Agustus 1945 -- Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat (250 km di sebelah timur laut dari Saigon), Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu busuk Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro dengan Jepang. Hatta menceritakan kepada Sjahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.

Sementara itu Syahrir menyiapkan pengikutnya yang bakal berdemonstrasi dan bahkan mungkin harus siap menghadapi bala tentara Jepang dalam hal mereka akan menggunakan kekerasan. Syahrir telah menyusun teks proklamasi dan telah dikirimkan ke seluruh Jawa untuk dicetak dan dibagi-bagikan. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap, Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Tanggal 15 Agustus 1945 -- Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Belanda. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.

Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Maeda, di Jalan Imam Bonjol. Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 malam 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan UUD yang sehari sebelumnya telah disiapkan Hatta.

Tanggal 16 Agustus 1945 -- Gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pengikut Syahrir. Pada siang hari mereka berkumpul di rumah Hatta, dan sekitar pukul 10 malam di rumah Soekarno. Sekitar 15 pemuda menuntut Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan melalui radio, disusul pengambilalihan kekuasaan. Mereka juga menolak rencana PPKI untuk memproklamasikan kemerdekaan pada 16 Agustus.

Peristiwa Rengasdengklok
Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok. Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945 mereka menculik Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, dan membawanya ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai peristiwa Rengasdengklok. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.

Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Yamamoto
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, bertemu dengan Jenderal Yamamoto dan bermalam di kediaman wakil Admiral Maeda Tadashi. Dari komunikasi antara Hatta dan tangan kanan komandan Jepang di Jawa ini, Soekarno dan Hatta menjadi yakin bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu, dan tidak memiliki wewenang lagi untuk memberikan kemerdekaan.

Naskah Proklamasi
Mengetahui bahwa proklamasi tanpa pertumpahan darah telah tidak mungkin lagi, Soekarno, Hatta dan anggota PPKI lainnya malam itu juga rapat dan menyiapkan teks Proklamasi yang kemudian dibacakan pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945.

Sebelumnya para pemuda mengusulkan agar naskah proklamasi menyatakan semua aparat pemerintahan harus dikuasai oleh rakyat dari pihak asing yang masih menguasainya. Tetapi mayoritas anggota PPKI menolaknya dan disetujuilah naskah proklamasi seperti adanya hingga sekarang. Para pemuda juga menuntut enam pemuda turut menandatangani proklamasi bersama Soekarno dan Hatta dan bukan para anggota PPKI. Para pemuda menganggap PPKI mewakili Jepang. Kompromi pun terwujud dengan membubuhkan anak kalimat “atas nama Bangsa Indonesia” Soekarno-Hatta. Rancangan naskah proklamasi ini kemudian diketik oleh Sayuti Melik.

Isi Teks Proklamasi
Isi teks proklamasi kemerdekaan yang singkat ini adalah:


Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta

Di sini ditulis tahun 05 karena ini sesuai dengan tahun Jepang yang kala itu adalah tahun 2605.

Teks diatas merupakan hasil ketikan dari Sayuti Melik (atau Sajoeti Melik), salah seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan proklamasi.

Sementara naskah yang sebenarnya hasil gubahan Muh.Hatta, A.Soebardjo, dan dibantu oleh Ir.Soekarno sebagai pencatat. Adapun bunyi teks naskah otentik itu sebagai berikut:


Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, 17 – 8 – ’45
Wakil2 bangsa Indonesia

Sejarah Peringatan Hari Ibu 22 Desember

Di berbagai Instansi Pemerintah, Kampus, Sekolah, Rumah Sakit dan lain-lain setiap tanggal 22 Desember biasanya dilaksanakan upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Ibu.

Namun tahukah anda apa yang melatarbelakangi tanggal 22 Desember diperingati sebagai Hari Ibu, adakah peristiwa bersejarah dan istimewa yang terjadi pada tanggal tersebut. Mungkin pertanyaan seperti ini sempat terbersit dalam fikiran kita tapi sampai saat ini belum mendapatkan jawaban yang memuaskan.
Baiklah mari kita kembali ke masa lalu tepatnya pada tanggal 22 s/d 25 Desember 1928 bertempat di Yogyakarta, para pejuang wanita Indonesia dari Jawa dan Sumatera pada saat itu berkumpul untuk mengadakan Konggres Perempuan Indonesia I (yang pertama). 
Gedung Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto, Yogyakarta menjadi saksi sejarah berkumpulnya 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera yang kemudian melahirkan terbentuknya Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
 
Kalau melihat kembali sejarah, sebenarnya sejak tahun 1912 sudah ada organisasi perempuan. Pejuang-pejuang wanita pada abad ke 19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain secara tidak langsung telah merintis organisasi perempuan melalui gerakan-gerakan perjuangan.
Hal itu menjadi latar belakang dan tonggak sejarah perjuangan kaum perempuan di Indonesia, dan memotivasi para pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib bagi kaum perempuan. 

Pada Konggres Perempuan Indonesia I yang menjadi agenda utama adalah mengenai persatuan perempuan Nusantara; peranan perempuan dalam perjuangan kemerdekaan; peranan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa; perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita; pernikahan usia dini bagi perempuan, dan lain sebagainya.

Banyak hal besar yang diagendakan namun tanpa mengangkat masalah kesetaraan jender, para pejuang perempuan itu menuangkan pemikiran kritis dan upaya-upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa Indonesia khususnya kaum perempuan.

Pada Juli 1935 dilaksanakan Kongres Perempuan Indonesia II, dalam konggres ini dibentuk BPBH (Badan Pemberantasan Buta Huruf) dan menentang perlakuan tidak wajar atas buruh wanita perusahaan batik di Lasem, Rembang.
Penetapan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember sendiri baru diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Dan puncak peringatan Hari Ibu yang paling meriah adalah pada peringatan yang ke 25 pada tahun 1953.  Tak kurang dari 85 kota Indonesia dari Meulaboh sampai Ternate merayakan peringatan Hari Ibu secara meriah.
Secara resmi tanggal 22 Desember ditetapkan sebagai Hari Ibu adalah setelah Presiden Soekarno melalui melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 menetapkan bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga saat ini.
Pada awalnya peringatan Hari Ibu adalah untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Misi itulah yang tercermin menjadi semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama. 

Salah satu contoh saat peringatan 25 tahun Hari Ibu Di Solo, dirayakan dengan membuat pasar amal yang hasilnya digunakan untuk membiayai Yayasan Kesejahteraan Buruh Wanita dan beasiswa untuk anak-anak perempuan.  Pada waktu itu panitia Hari Ibu Solo juga mengadakan rapat umum yang mengeluarkan resolusi meminta pemerintah melakukan pengendalian harga, khususnya bahan-bahan makanan pokok. 

Pada peringatan Hari Ibu tahun 1950 an, dirayakan dengan mengadakan pawai dan rapat umum yang menyuarakan kepentingan kaum perempuan secara langsung. Dan satu sejarah penting kaum perempuan adalah untuk pertama kalinya wanita diangkat menjadi menteri, dialah  Maria Ulfah yang pada tahun 1950 diangkat sebagai Menteri Sosial yang pertama oleh Presiden Soekarno.

Pada kongres di Bandung tahun 1952 diusulkan untuk dibuat sebuah monumen, dan pada tahun berikutnya dibangunlah Balai Srikandi. Ketua Kongres pertama Ibu Sukanto melakukan peletakkan batu pertama pembangunan tersebut, dan pada tahun 1956 diresmikan Balai Srikandi  oleh menteri Maria Ulfah. Dan akhirnya pada tahun 1983 Presiden Soeharto meresmikan keseluruhan kompleks monumen Balai Srikandi menjadi Mandala Bhakti Wanitatama di Jl. Laksda Adisucipto, Yogyakarta. 

Kiprah kaum perempuan sebelum kemerdekaan Indonesia adalah Kongres Perempuan ikut terlibat dalam pergerakan internasional dan perjuangan kemerdekaan itu sendiri. 

Hingga pada tahun 1973 Kowani berhasil menjadi anggota penuh International Council of Women (ICW) yang berperan sebagai dewan konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Kalau kita melihat sejarah beta heroiknya kaum perempuan (kaum Ibu) pada saat itu dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, apakah sepadan dengan peringatan Hari Ibu saat ini yang hanya ditunjukkan dengan peran perempuan dalam ranah domestik. Misalnya dalam sebuah keluarga pada tanggal tersebut seorang ayah dan anak-anaknya berganti melakukan tindakan domestik seperti masak, mencuci, belanja, bersih-bersih, dan kemudian memberikan hadiah-hadiah untuk sang ibu.

Peringatan Hari Ibu di Indonesia saat ini lebih kepada ungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada para ibu, memuji keibuan para ibu. Berbagai kegiatan pada peringatan itu merupakan kado istimewa, penyuntingan bunga, pesta kejutan bagi para ibu, aneka lomba masak dan berkebaya, atau membebaskan para ibu dari beban kegiatan domestik sehari-hari.

Meski secara maknawi peringatan Hari Ibu saat ini kurang sejalan dengan makna kegiatan perempuan yang dilakukan pada masa perjuangan dahulu. Tapi itulah kenyataan yang ada, tergantung bagaimana kita menyikapinya.

Sejarah Peringatan Hari Guru Nasional

Di Indonesia, peringatan Hari Guru Nasional ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden, No 78 Tahun 1994. Di hari spesial guru ini, para guru mendapatkan perhatian lebih karena di hari ini, karya mereka diapresiasi, perjuangan mereka diakui, kesejahteraan mereka diperhatikan.
Selain Hari Guru Nasional, tanggal 25 November juga diperingati sebagai hari lahir Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Namun sebenarnya, sejarah hari Guru sendiri sudah melalui proses yang sangat panjang.

R. A. A. Wiranatakoesoema V (Dalem Haji, masa jabatan 1912-1931 dan 1935-1945) sebagai wakil Volksraad di Congres van Prijaji-Bond (Kongres Perhimpunan Priyayi) di Surakarta tahun 1929

R. A. A. Wiranatakoesoema V (Dalem Haji, masa jabatan 1912-1931 dan 1935-1945) sebagai wakil Volksraad di Congres van Prijaji-Bond (Kongres Perhimpunan Priyayi) di Surakarta tahun 1929
Pengakuan keberadaan guru melalui penetapan Hari Guru Nasional ini memiliki sejarah panjang. Sejarah diawali ketika PGRI masih bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) pada 1912.
Pada masa penjajahan, organisasi ini beranggotakan para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah. Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua.

Sejarah Hari Guru Nasional.
Sejarah Hari Guru Nasional.
Di masa yang sama, muncul dan berkembang organisasi guru dengan beragam latar belakang seperti keagamaan, kebangsaan, dan lain sebagainya.
Sebelum berubah menjadi PGRI, setelah dua dekade, nama PGHB kemudian berubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Munculnya nama “Indonesia” mengejutkan dan menciutkan banyak pihak, terutama pemerintah Belanda.
Pasalnya, nama “Indonesia” yang disematkan mengandung unsur yang mencerminkan semangat kebangsaan pribumi.
Rupanya, Pemerintah Belanda tidak senang dengan penambahan kata “Indonesia”. Namun para Guru menegaskan, bahwa nama itu tidak boleh diganti.
Berawal dari situlah, kesadaran kebangsaan dan semangat perjuangan mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda kian membuncah.
Secara bertahap, jabatan Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per satu pindah ke tangan orang Indonesia.
Hingga akhirnya terbitlah cita-cita dan kesadaran bahwa perjuangan para guru Indonesia tak lagi tentang perbaikan nasib maupun kesamaan hak dan posisi dengan Belanda.
Perjuangan persamaan hak ini kemudian mencapai titik puncak perjuangan nasional untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Namun, sayangnya saat Pemerintah Jepang berkuasa di Indonesia, PGI dibungkam Jepang. Organisasi dan sekolah ditutup, Persatuan Guru Indonesia sempat tidak beraktivitas.
PGI dibungkam oleh Jepang. Pada masa tersebut, pemerintah Jepang melarang semua organisasi dan menutup semua sekolah.
Barulah setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dikumandangkan, PGI kembali menggeliat. Para guru ini menggelar Kongres Guru Indonesia pada 24–25 November 1945 di Surakarta.
Pada Kongres inilah, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) didirikan. Semangat persatuan kian mendasari pelaksanaan Kongres Guru Indonesia tersebut.
Para peserta kongres sepakat untuk menghapuskan semua organisasi dan kelompok guru berlatar belakang perbedaan tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku.
Sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan kepada para guru, pemerintah menetapkan hari lahir PGRI tersebut sebagai Hari Guru Nasional dan diperingati setiap tahun.

Sejarah Untirta Berdasarkan Studi Pustaka


Menyelami Untirta Era Lama dan Era Baru



Universitas Sultan Ageng Tirtayasa diberi nama dari gelar Kepahlawanan Nasional yakni Sultan Ageng Tirtayasa (Kepres RI Nomor: 045/TK/1970). Ahli waris keempat kesultanan Banten ini gigih menantang penjajahan Belanda. Sultan pun telah berhasil membawa Banten pada jaman keemasan dan kejayaan.
Kebesaran nama tokoh pahlawan nasional tersebut mampu memotivasi unsur pemimpin wilayah, tokoh ulama, dan masyarakat Banten pada saat itu. Seluruh elemen masyarakat Banten pada saat itu ingin bangkit membangun wilayah dari ketertinggalan, terutama di bidang pendidikan tinggi.
Saat itu, tahun 1980, Drs. H. Kartiwa Suriasaputra selaku Residen Banten, pemimpin formal tertinggi wilayah I Banten menganggap perlu adanya perguruan tinggi di Banten. Karena pada saat itu hanya ada perguruan tinggi khusus agama Islam (baca: IAIN = Institut Agama Islam Negeri), sedangkan perguruan tinggi umum hanya Akademi Ilmu Administrasi (AII).
Oleh karena itu Drs. H. Kartiwa Suriasaputra berinisiatif untuk mengadakan pertemuan dengan unsur pemimpin wilayah Banten diantaranya Komandan Korem 064/MY Banten Kolonel Inf. Tjakra Sumarna, Kapowil Banten Kolonel Polisi Atem Sumantri, Kepala Pengadilan Negeri Serang Nanan Gilik S.H, dan para Bupati se-Wilayah I Banten.Tokoh ulama dan masyarakat Banten pun turut hadir dalam pertemuan yang bertempat di Gedung Kerasidenan Banten ini.
Pertemuan diadakan hingga empat kali dan pertemuan terakhir dihadiri Prof. Dr. Bachtiar Riva'i. Dalam pertemuan tersebut dicetuskan oleh Residen Banten untuk mendirikan perguruan tinggi di Banten. Alhasil pernyataan itu direspons luar biasa oleh para undangan yang hadir. Bahkan para tokoh ulama membuat pernyataan tertulis yang berisi dukungan dan desakan agar segera didirikan perguruan tinggi swasta.
Dalam pertemuan itu terjadilah proses pembahasan untuk berdirinya perguruan tinggi yang dimaksud, isi pembahasan itu yakni diperlukan sebuah payung untuk berdirinya perguruan tinggi. Maka diputuskan bersama untuk mendirikan yayasan yang diberi nama Yayasan Pendidikan Tirtayasa (Yapenta), nama tersebut diambil dari Sultan Ageng Tirtayasa. Kemudian perguruan tinggi yang akan didirikan pun diberi nama Universitas Sultan Ageng Tirtayasa disingkat Untirta. Singkatan ini diberikan Prof. Dr. Bachtiar Riva'i.
Untuk pertama kalinya fakultas yang akan didirikan berasal dari saran tokoh masyarakat Banten H. Tubagus Chasan Sochib. Berdasarkan studi pustaka, H. Tubagus Chasan Sochib mengatakan, supaya masyarakat Banten tidak dianggap buta hukum dan menjadi melek hukum, lantas diusulkan Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH).
Dari hasil pertemuan tersebut, modal awal terkumpul sebesar Rp. 5.150.000, dana ini berasal dari Pimpinan Gapensi Banten pimpinan H. Tubagus Chasan Sochib Rp. 3.500.000, sumbangan siemens Jerman Barat Rp.1.500.000, serta dari para pendiri lain Rp. 150.000.
Proses selanjutnya para pendiri menghadap ke Notaris Rosita Wibisono S.H, maka dibuatkanlah Akta Notaris Nomor: 1 tanggal 1 Oktober 1980. Dalam perjalanannya diadakan perubahan melalui Akta Notaris Ny. R. Arie Soetardjo, SH. No. 1 tanggal 3 Maret 1986.
Berbekal akta notaris dan surat pernyataan dukungan dan desakan dari para tokoh ulama Banten beserta tekad yang kuat maka Drs. H. Kartiwa Suriasaputra bersama-sama H. Tb. Suwandi, Drs. Panoto, Drs. Nurman Suriadinata, Nasihin S.H, H. Tb. Chasan Sochib, Tb. Saparudin datang menghadap ke Kopertis Wilayah IV Bandung. Pada saat itu diterima Prof. Dr. Didi Atmadilaga untuk memohon izin operasional STIH.
Perjuangan untuk mendapat izin itu cukup alot namun berkat kegigihan para pendiri izin operasional itu diperoleh dan bertepatan dengan Hari Kesaktian Nasional Pancasila 1 Oktober 1981. Maka diresmikanlah berdirinya STIH yang menjadi cikal bakal terbentuknya Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Kemudian pada tahun 1983-1984 dibuka kembali dua sekolah yakni Sekolah Tinggi Teknologi (STT) dan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP).
Ketiga sekolah inilah digabungkan menjadi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa berdasarkan SK Mendikbud No. 0596/0/1984, 28 November 1984. Kemudian statusnya ditingkatkan menjadi fakultas hukum, fakultas teknik, serta fakultas keguruan dan ilmu pendidikan dengan SK Mendikbud No. 0597/0/1984 dengan status 'terdaftar'. Dalam perjalanannya status ini diperbaharui kembali dengan SK Mendikbud No. 0388/0/1986, 22 Mei 1986.
Meningkatnya hasrat masyarakat untuk masuk Untirta, pada tahun akademik 1984-1985 dibuka kembali fakultas pertanian yang disahkan dengan SK Mendikbud No. 0123/0/1989, 8 Maret 1989. Langkah pengembangan berikutnya didirikan fakultas ekonomi pada 1986-1987 yang disahkan dengan SK Mendikbud No. 0331/0/1989, 30 Mei 1989 masing-masing dengan status 'terdaftar'. Sehingga Untirta pada saat itu memiliki lima fakultas.
Berkat kegigihan badan pendiri, dewan penyantun, yayasan dan pemimpin Untirta dalam merespons aspirasi masyarakat yang mendambakan adanya perguruan tinggi negeri di Banten. Maka sesuai Keputusan Presiden R.I Nomor: 130 tahun 1999, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten mulai tahun akademik 2001/2002 menjadi persiapan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten.
Keputusan tersebut dikeluarkan pada 16 September 1999 oleh Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie setelah menerima utusan delegasi tokoh masyarakat dan ulama Banten di Istana Merdeka, Jakarta pada 23 April 1999.
Selanjutnya pada 13 Oktober 1999 keluar Kepres. No. 130 tentang persiapan pendirian Untirta. Sebagai tindak lanjut dari Kepres No. 130 tahun 1999, maka pada Mei 2001, Untirta di tetapkan sebagai perguruan tinggi negeri di wilayah Provinsi Banten oleh Mendiknas Prof. Dr. Yahya Muhaimin dan Mendagri Surjadi Soedirja berdasarkan Kepres Presiden Nomor 32, 19 Maret 2001.
Untirta sebagai perguruan tinggi negeri yang baru terus berupaya melakukan perubahan dan perbaikan dibidang organisasi, akademik, maupun kemahasiswaan dan kerjasama. Perubahan mendasar dibidang organisasi dan tata kerja terlihat dengan ditetapkannya keputusan Mendiknas nomor 023/j43/d.1/sk/iv/2003 dan statuta Universitas Sultan Ageng Tirtayasa nomor 10 tahun 2007.
Demikian pula perubahan dan perbaikan dibidang akademik khususnya pendirian fakultas dan jurusan-jurusan baru, pembangunan sarana dan prasarana pendidikan, pengembangan dan peningkatan kualitas dosen serta tenaga pendidikan lainnya, pengembangan ICT (Information and Communication Technology) untuk menunjang pendidikan dan pelayanan akademik prima, pengembangan dan peningkatan sarana perpustakaan menuju E-library dan E-jurnal guna penguatan akademik atmosfer di kampus, serta peningkatan kualitas pendidikan melalui sistem jaminan mutu dan evaluasi diri (quality assurance and self evaluation).
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa saat ini telah menyelenggarakan program pendidikan akademik dan program pendidikan vokasi. Program pendidikan akademik terdiri atas program pendidikan sarjana (S1), sebanyak enam fakultas dan satu program pendidikan magister (pascasarjana).
Pertama, yakni fakultas hukum yang memiliki satu jurusan yakni ilmu hukum. Kedua, fakultas keguruan dan ilmu pendidikan yang memiliki tiga jurusan dengan enam prodi, yakni jurusan ilmu pendidikan meliputi prodi pendidikan luar sekolah (PLS) dan pendidikan guru sekolah dasar (PGSD), jurusan pendidikan bahasa meliputi prodi diksastrasia dan bahasa inggris, serta jurusan IPA meliputi prodi matematika dan biologi.
Ketiga, fakultas teknik yang memiliki lima jurusan yakni teknik mesin, teknik elektro, teknik sipil, teknik kimia, teknik industri, dan teknik metalurgi. Keempat, fakultas pertanian yang memiliki tiga jurusan yakni agribisnis, agroteknologi, dan perikanan. Kelimat, fakultas ekonomi yang memiliki tiga jurusan yakni manajemen, akuntansi, dan ekonomi pembangunan.
Keenam, fakultas ilmu sosial dan ilmu politik yang memiliki dua jurusan yakni ilmu administrasi negara dan ilmu komunikasi. Ketujuh, fakultas pascasarjana yang menyelenggarakan program magister (S2) dengan dua program studi yakni teknologi pendidikan dan pendidikan bahasa indonesia.
Selain program pendidikan akademik, Untirta pun menyelenggarakan program pendidikan vokasi yaitu program diploma III. Fakultas yang menyelenggarakan program tersebut adalah fakultas ekonomi yang terdiri atas prodi Akuntansi, pemasaran, perpajakan, serta keuangan dan perbankan. Sementara fakultas teknik dengan satu prodi yaitu prodi teknik komputer dan multimedia.
Sumber daya manusia yang dimiliki Universitas Sultan Ageng Tirtayasa kondisi Desember 2009 terdiri atas 442 orang Dosen dan dengan jumlah mahasiswa sebanyak 12.320 orang.

Pembelajaran Di Sekolah Dasar



A.      Pengertian Pembelajaran
Kata Pembelajaran merupakan perpaduan dari dua aktivitas belajar dan mengajar. Aktivitas belajar secara metodologis cenderung lebih dominan pada siswa, sementara mengajar secara instruksional dilakukan oleh guru. Jadi, istilah pembelajaran adalah ringkasan dari kata belajar dan mengajar. Dengan kata lain, pembelajaran adalah penyerdehanaan dari kata belajar dan mengajar (BM), proses belajar mengajar (PBM), atau kegiatan belajar mengajar (KBM).
Kata atau istilah pembelajaran dan penggunaannya masih tergolong baru, yang mulai populer semenjak lahirnya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Menurut undang-undang ini, pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut pengertian ini, pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.
Dengan demikian, pembelajaran adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa (Winkle, 1991). Sementara Gagne (1985), mendefinisikan pembelajaran sebagai pengaturan peristiwa secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan membuatnya berhasil guna. Dalam pengertian lainnya, Winkle (1991) mendefinisikan pembelajaran sebagai pengaturan dan penciptaan kondisi-kondisi ekstern sedemikian rupa, sehingga menunjang proses belajar siswa dan tidak menghambatnya.
Pengertian pembelajaran yang dikemukakan oleh Miarso (1993), menyatakan bahwa “pembelajaran adalah usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya terkendali”. Dari beberapa pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan beberapa ciri pembelajaran sebagai berikut :
a.    Merupakan upaya sadar dan disengaja
b.    Pembelajaran harus membuat siswa belajar
c.    Tujuan harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan.
d.   Pelaksanaannya terkendali, baik isinya, waktu, proses, maupun hasilnya.
Perbedaan antara istilah “pengajaran” (teaching) dan “pembelajaran” (instruction) bisa diamati pada tabel di bawah ini.
No
Pengajaran
Pembelajaran
1.

2.

3.


4.

Dilaksanakan oleh mereka yang berprofesi sebagai pengajar.
Tujuannya menyampaikan informasi kepada si belajar.
Merupakan salah satu penerapan strategi pembelajaran.

Kegiatan belajar berlangsung bila ada guru atau pengajar

Dilaksanakan oleh mereka yang dapat membuat orang belajar.
Tujuannya agar terjadi belajar pada diri siswa atau si belajar.
Merupakan cara untuk mengembangkan rencana yang terorganisir untuk keperluan belajar.
Kegiatan belajar dapat berlangsung dengan atau tanpa hadirnya guru.

B.       Prinsip-prinsip Pembelajaran
Dalam melaksanakan pembelajaran, agar dicapai hasil yang lebih optimal perlu diperhatikan beberapa prinsip pembelajaran. Prinsip pembelajaran dibangun atas dasar prinsip-prinsip yang ditarik dari teori psikologi terutama teori belajar dan hasil-hasil penelitian dalam proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran akan diperoleh hasil yang lebih optimal. Selain itu akan meningkatkan kualitas pembelajaran dengan cara memberikan dasar-dasar teori untuk membangun sistem instruksional yang berkualitas tinggi.
Beberapa prinsip pembelajaran dikemukakan oleh Atwi Suparman dengan mengadaptasi pemikiran Fillbeck (1974), sebagai berikut.
a.    Respons-respons baru (new responses) diulang sebagai akibat dari respons yang terjadi sebelumnya.
b.    Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respons, tetapi juga dibawah pengaruh kondisi atau tanda-tanda di lingkungan siswa.
c.    Perilaku yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang frekuensinya bila tidak diperkuat dengan akibat yang menyenangkan.
d.   Belajar yang berbentuk respons terhadap tanda-tanda yang terbatas akan ditransfer kepada situasi lain yang terbatas pula.
e.    Belajar menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar sesuatu yang kompleks seperti yang berkenaan dengan pemecahan masalah.
f.     Situasi mental siswa untuk mengahadapi pelajaran aan mempengaruhi perhatian dan ketekunan siswa selama proses siswa belajar.
g.    Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah kecil dan disertai umpan balik menyelesaikan tiap langkah, akan membantu siswa.
h.    Kebutuhan memecah materi yang kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil dapat dikurangi dengan mewujudkannya dalam suatu model.
i.      Keterampilan tingkat tinggi (kompleks) terbentuk dari keterampilan dasar yang lebih sederhana.
j.      Belajar akan lebih cepat, efisien dan menyenangkan bila siswa diberi informasi tentang kualitas penampilannya dan cara meningkatkannya.
k.    Perkembangan dan kecepatan belajar siswa sangat bervariasi, ada yang maju dengan cepat ada yang lebih lambat.
l.      Dengan persiapan, siswa dapat mengembangkan kemampuan mengorganisasikan kegiatan belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk membuat respons yang benar.
Melihat ke-12 prinsip pembelajaran yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pinsip-prinsip tersebut dalam pembelajaran merupakan pekerjaan yang kompleks, namun bila dilakukan dengan saksama diharapkan dapat tercipta kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien.
Dalam buku Condition Of Learning (Gagne, 1977) mengemukakan sembilan prinsip yang dapat dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai berikut.
a.    Menarik perhatian (gaining attention) : hal yang menimbulkan minat siswa dengan mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi atau kompleks.
b.    Menyampaikan tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives) : memberitahukan kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti pelajaran.
c.    Mengingatkan konsep atau prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or prior learning) : merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.
d.   Menyampaikan materi pembelajaran (presenting the stimulas) : menyampaikan materi-materi pembelajaran yang telah direncanakan.
e.    Memberikan bimbingan belajar (providing learner guidance) : memberikan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing proses atau alur berpikir siswa agar memiliki pemahaman yang lebih baik.
f.     Memperoleh kinerja atau penampilan siswa (eliciting performance) : siswa diminta untuk menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.
g.    Memberikan umpan balik (assessing feedback) : memberitahu seberapa jauh ketepatan performace siswa.
h.   Menilai hasil belajar (assessing performace) : memberikan tugas atau tes untuk  mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.
i.     Memperkuat retensi dan transfer belajar belajar (enhancing retention transfer) : merangsang kemampuan mengingat-ingat dan mentransfer dengan memberikan rangkuman, mengadakan review atau mempraktikkan apa yang telah dipelajari.

C.      Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Pendidikan adalah upaya yang terorganisasi, berencana dan berlangsung secara terus menerus sepanjang hayat untuk membina anak didik menjadi manusia paripurna, dewasa, dan berbudaya. Untuk mencapai pembinaan ini asas pendidikan harus berorientasi pada pengembangan seluruh aspek potensi anak didik, diantaranya aspek kognitif, afektif, dan berimplikasi pada aspek psikomotorik.
Bagi peserta didik, belajar merupakan sebuah proses interaksi antara berbagai potensi diri siswa (fisik, nonfisik, emosi, dan intelektual), interaksi siswa dengan guru, siswa dengan siswa lainnya, serta lingkungan dengan konsep dan fakta, interaksi dari berbagai stimulus dengan berbagai respons terarah untuk melahirkan perubahan. Untuk mengembangkan potensi siswa perlu diterapkan sebuah model pembelajaran inovatif dan konstruktif. Dalam mempersiapkan pembelajaran, para pendidik harus memahami karakteristik materi pelajaran, para pendidik harus memahami karakteristik materi pelajaran, karakteristik murid atau peserta didik, serta memahami metodologi pembelajaran sehingga proses pembelajaran akan lebih variatif, inovatif, dan konstruktif dalam merekonstruksi wawasan pengetahuan dan implementasinya sehingga akan meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik.
Sehubungan dengan hal diatas, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan, berkenaan dengan upaya mewujudkan proses pembelajaran yang variatif, inovatif, dan konstruktif, yaitu : a) situasi kelas yang dapat merangsang anak melakukan kegiatan belajar secara bebas; b) peran guru sebagai pengarah dalam belajar; c) guru berperan sebagai penyedia fasilitas; d) guru berperan sebagai pendorong; dan e) guru berperan sebagai penilai proses dan hasil belajar anak.

D.      Prinsip-Prinsip Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Masa usia sekolah dasar adalah masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam hingga kira-kira usia sebelas atau dua belas tahun. Sesuai dengan karakteristik \anak usia sekolah dasar yang suka bermain, memiliki rasa ingin tahu yang besar, mudah terpengaruh oleh lingkungan, dan gemar membentuk kelompok sebaya. Oleh karena itu, pembelajaran di sekolah dasar diusahakan untuk tercipatanya suasana yang kondusif dan menyenangkan. Untuk itu, guru perlu memerhatikan beberapa prinsip pembelajaran yang diperlukan agar tercipta suasana yang kondusif dan menyenangkan tersebut, yaitu : prinsip motivasi, latar belakang, pemusatan perhatian, keterpaduan, pemecahan masalah, menemukan, belajar sambil bekerja, belajar sambil bermain, perbedaan individu, dan hubungan sosial. Beberapa prinsip pembelajaran tersebut dapat diuraikan secara singkat, sebagai berikut :
a.    Prinsip Motivasi adalah upaya guru untuk menumbuhkan dorongan belajar, baik dari dalam diri anak atau dari luar diri anak, sehingga anak belajar seoptimal mungkin sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
b.   Prinsip latar belakang adalah upaya guru dalam proses belajar mengajar  memerhatikan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dimiliki anak agar tidak terjadi pengulangan yang membosankan.
c.    Prinsip pemusatan perhatian adalah usaha untuk memusatkan perhatian anak dengan jalan mengajukan masalah yang hendak dipecahkan lebih terarah untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.
d.   Prinsip keterpaduan adalah hal yang terpenting dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru dalam menyampaikan materi hendaknya mengaitkan suatu pokok bahasan dengan pokok bahasan lain, atau subpokok bahasan dengan subpokok bahasan lain agar anak mendapat gambaran keterpaduan dalam proses perolehan hasil belajar.
e.    Prinsip pemecahan masalah adalah situasi belajar yang dihadapkan pada masalah-masalah. Hal ini dimaksudkan agar anak peka dan juga mendorong mereka untuk mencari, memilih, dan menentukan pemecahan masalah sesuai dengan kemampuannya.
f.    Prinsip menemukan adalah kegiatan menggali potensi yang dimiliki anak untuk mencari, mengembangkan hasil perolehannya dalam bentuk fakta dan informasi. Untuk itu proses belajar mengajar yang mengembangkan potensi anak tidak merasa kebosanan.
g.   Prinsip belajar sambil bekerja, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan berdasarkan pengalaman untuk mengembangkan dan memperoleh pengalam baru. Pengalaman belajar yang diperoleh melalui bekerja tidaklah mudah dilupaka oleh anak. Dengan demikian, proses belajar mengajar yang memberikan kesempatan kepada anak untuk bekerja, berbuat sesuatu akan memupuk kepercayaan diri, gembira, dan puas karena kemampuannya tersalurkan dengan melihat hasil kerjanya.
h.   Prinsip belajar sambil bermain adalah kegiatan yang dapat menimbulkan suasana menyenangkan bagi siswa dalam belajar, karena dengan bermain pengetahuan, keterampilan, sikap, dan daya fantasi anak berkembang. Suasana demikian akan mendorong anak aktif dalam belajar.
i.     Prinsip perbedaan individu yakni upaya guru dalam proses belajar mengajar yang memerhatikan perbedaan individu dari tingkat kecerdasan, sifat, dan kebiasaan atau latar belakang keluarga. Hendaknya guru tidak memperlakukan anak-anak seolah-olah sama semua.
j.     Prinsip hubungan sosial adalah sosialisasi pada masa anak yang sedang tumbuh yang banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Kegiatan pembelajaran hendaknya dilakukan secara berkelompok untuk melatih anak menciptakan suasana kerja sama dan saling menghargai satu sama lainnya.
Hasil belajar optimal harus dicapai oleh siswa, karena untuk saat ini hasil belajar dijadikan patokan keberhasilan siswa serta dijadikan tolok ukur tercapai tidaknya tujuan pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan melihat  hasil belajar, maka bisa diukur ketercapaian Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), serta bisa dijadikan patokan untuk menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
                                                                                                                     
E.       Tujuan Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Pendidikan di sekolah dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar baca, tulis hitung, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangan serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di SMP. Terkait dengan tujuan memberikan bekal kemampuan dasar baca tulis, maka peran pendidikan mampu memberikan bekal pada kemampuan dasar baca tulis mulai pada tahap keterwacanaan (dikelas-kelas awal), sampai pada tercapainya kemahirwacanaan (di kelas-kelas tinggi).
Minat dan kultur membaca di negara barat bahkan di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), seperti ; Singapura, Thailand, Filipina, Malaysia lebih  baik dibanding dengan negara indonesia. Di indonesia, minat baca masyarakat masih rendah, yang otomatis berakibat pada sumber daya manusia yang rendah pula. Padahal, minat itu merupakan kunci utama dalam belajar, termasuk minat membaca.
Rendahnya minat baca menjadi problem uatama yang dihadapi bangsa kita. Hal ini terlihat dari tertinggalnya kualitas SDM kita oleh negara-negara tetangga, dan ini menunjukkan kualitas pendidikan kita lebih rendahb dibanding mereka . Salah satunya adalah akibat dari kebiasaan membaca yang sangat rendah dan ini berakibat fatal kepada kualitas SDM-nya sendiri, sebab kepintaran daya nalar seseorang salah satu kunci utamanya ditentukan oleh frekuensi dan banyaknya buku yang dibaca (kultur membaca).
Di sekolah dasar, bagi pembaca pemula yang dimulai pada kelas 3 dan seterusnya, misalnya penerapan strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA) dianggap yang paling efektif. Karena strategi individual dan menekankan pada pengembangan proses berpikir tinggi. Selain itu, strategi ini melibatkan pemahaman aktif dan pertukaran gagasan di antara para pembelajar serta sangat efektif dalam mengarahkan dinamika sosial yang terjadi dalam kelompok pembelajaran.

F.       Peran Guru Dalam Pembelajaran
Mengingat pentingnya pendidikan dasar sebagai tonggak awal peningkatan SDM, banyak pihak menarik perhatian bahwa pendidikan dasar adalah jembatan upaya peningkatan pengembangan SDM untuk dapat berkompetensi dalam skala regional maupun internasional. Mutu pendidikan yang baik ditingkat seklah dasar akan menghasilkan ditingkat secara sistematik mutu pendidikan pada jenjang pendidikan selanjutnya. Oleh karena itu, pada tingkat sekolah dasar sangat memungkinkan untuk dikembangkan usaha dalam perubahan mutu pendidikan hal ini dilakukan melalui penataan kelembagaan, pengelolaan, dan peningkatan mutu pendidikan.
Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran. Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai. Ada beberapa hal yang membentuk kewibawaan guru, antara lain penguasaan materi yang diajarkan, metode mengajar sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antar individu baik dengan siswa maupun antar sesame guru dan unsure lain yang terkait dalam proses pendidikan seperti administrasi, kepala sekolah dan tata usaha serta masyarakat sekitarnya.
Menurut Solihatin Raharjo (2007), menyebutkan bahwa dalam pembelajaran disekolaah dasar saat ini, guru masih menganggap siswa sebagai objek, bukan sebagai subjek dalam pembelajaran, sehingga guru dalam proses pembelajaran masih mendominasi aktivitas belajar, salah satu upaya mengatasi permasalahan ini, guru harus mampu merancang model pembeelajaran yang bermakna bagi siswa. Untuk itu, guru harus kreatif dalam mendesain model pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berpartisipasi, aktif, kreatif terhadap materi yang diajarkan. Pentingnya merancang model pembelajaran yang bermakna ini karena fungsi utama setiap mata pelajaran disekolah dasar, yaitu mengembangkan pengetahuan, nilai, dan sikap, serta keterampilan sosial siswa.

G.      Karakteristik Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
Satu hal yang juga tidak boleh dilupakan oleh guru atau pendidik di sekolah dasar ini adalah guru hendaknya memahami karakteristik siswa yang akan diajarnya. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan berkembang secara optimal. Pertumbuhan dan perkembangan siswa merupakan bagian pengetahuan yang harus dimiliki oleh guru. Menurut Sumantri, (2005), pentingnya mempelajari perkembangan peserta didik bagi guru, sebagai berikut :
a.       Kita akan memperoleh ekspetasi yang nyata tentang anak dan remaja.
b.      Pengetahuan tentang psikologi perkembangan anak membantu kita untuk merespons sebagaimana mestinya pada perilaku tertentu pada seorang anak.
c.       Pengetahuan tentang perkembangan anak akan membantu mengenali berbagai penyimpangan dari perkembangan yang normal.
d.      Dengan mempelajari perkembangan anak akan membantu memahami diri sendiri.
Perkembangan anak meliputi aspek pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental. Perkembangan mental terdiri dari perkembangan intelektual, perkembangan bahasa, perkembangan sosial, perkembangan emosi, perkembangan moral dan perkembangan keagamaan. Fase perkembangan anak, menurut Santrok dan yussen terdiri dari lima fase, yaitu :
a.    Fase Prenatal, saat dalam  kandungan dari masa pembuahan sampai dengan masa kelahiran.
b.    Fase bayi, yaitu saat perkembangan yang berlangsung sejak lahir sampai usia 18 atau 24 bulan
c.    Fase kanak-kanak awal, yaitu fase perkembangan yang berlangsung sejak akhir masa bayi sampai usia lima atau enam tahun.
d.   Fase kanak-kanak tengah atau akhir, yaitu fase perkembangan yang berlangsung sejak kira-kira umur enam sampai sebelas tahun.
e.    Fase remaja, yaitu masa perkembangan yang merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal.
Perkembangan Fisik pada anak sekolah dasar, yang paling menonjol meliputi perkembanga fisik motorik.
1.    Perkembangan fisik motorik
Perkembangan ini biasanya seperti menggerakan tangan untuk menulis menggambar, mengambil makanan, dan sebagainya. Fase usia sekolah dasar (7-12 tahun) ditandai dengan gerak atau aktivitas motorik yang lincah. Oleh karena itu usia ini kerupakan masa yang ideal untuk belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik baik halus maupun kasar.
Motorik halus diantaranya : menulis, menggambar atau melukis, mengetik, merupa, menjahit, membuat kerajinan dari kertas. Motorik kasar diantaranya baris berbaris, seni beladiri, senam, berenang, atletik main sepak bola dan sepak bola. Upaya-upaya sekolah untuk mempasilitasi perkembangan motorik secara fungsional diantaranya :
a.    Sekolah meranncang pelajaran keterampilan yang bermanfaat bagi perkembangan atau kehidupan anak, seperti mengetik, menjahit, merupa, atau kerajinan tangan lainnya.
b.    Sekolah memberikan pelajaran senam atau olahraga kepada paara siswa, yang jenisnya disesuaikan dengan usia siswa.
c.    Sekolah perlu merekrut guru-guru yang memiliki keahlian dalam bidang-bidang tersebut diatas.
d.   Sekolah menyediakan sarana untuk keberlangsungan penyelenggaraan pelajaran tersebut seperti alat-alat yang diperlukan dan tempat atau lapangan olahraga.
Selain perkembangan intelektualnya, pada anak usia sekolah dasar ini ditandai dengan karakteristik-karakteristik perkembangan lainnya. Secara umum, karakteristik perkembangan anak pada kelas awal (kelas 1,2,3) sekolah dasar biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Dalam tahap perkembangannya, siswa yang berada pada tahap periode perkembangan yang berbeda antara kelas awal (Kelas 1-3) dengan kelas akhir (4-6) dari segala aspek. Menurut Piaget (1950), yang menyatakan bahwa setiap tahapan perkembangan kognitif tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda secara garis besarnya dikelompokkan kepada empat tahap, yaitu : tahap sensori motor, tahap pra-operasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal.
1)   Tahap sensori motor (usia 0-2 tahun), pada tahap ini belum memasuki usia sekolah.
2)   Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun), pada tahap ini kemampuan skema kognitifnya masih terbatas.
3)   Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun), pada tahap ini peserta didik sudah mulai memahami aspek-aspek kumuatif materi, misalnya volume dan jumlah, mempunyai kemampuan memahami cara mengkombinasikan beberapa holongan benda yang bervariasi tingkatannya.
4)   Tahap operasional formal (usia 11-15 tahun), pada tahap ini peserta didik sudah menginjak usia remaja, perkembangan kognitif peserta didik pada tahap ini telah memiliki kemampuan mengoordinasikan dua ragam kemampuan kognitif baik secara simultan (serentak) maupun berurutan.
Hubungan antara perkembangan fisik motorik dengan pembelajaran, yaitu Perkembangan fisik yang normal (tidak cacat) merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik dalam bidang pengetahuan, maupun keterampilan. Perkembangan motorik ini sangat mendasar bagi belajar keterampilan. Oleh karena itu, kematangan dalam perkembangan motorik sangat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Pada masa usia sekolah dasar, kematangan perkembangan motorik ini pada umumnya telah dicapainya, oleh karena itu mereka sudah siap menerima pelajaran keterampilan.
Untuk memfasilitasi perkembangan motorik atau keterampilan ini, maka sekolah perlu menyiapkan guru khusus untuk mengajar olahraga atau kesenian (melukis, menari, membatik, atau yang lainnya), berikut sarana dan prasarananya, seperti lapangan untuk fasilitas olahraga, serta fasilitas kesenian.
Perkembangan mental pada anak sekolah dasar yang paling menonjol sebagaimana dikemukakan di atas, meliputi perkembangan intelektual, perkembangan bahasa, perkembangan sosial, perkembangan emosi, perkembangan moral, dan perkembangan keagamaan, yang secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Perkembangan Intelektual
Pada usia sekolah dasar (usia 6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektua atau kemampuan kognitif, seperti membaca, menulis, dan menghitung. Dilihat dari aspek perkembangan kognitif, menurut piaget masa ini berada pada tahap operasi konkret, yang ditandai dengan kemampuan (1) mengklasifikasikan benda-benda berdasarkan ciri yang sama; (2) menyusun atau mengasosiasikan angka-angka atau bilangan; (3) memecahkan masalah yang sederhana.
Upaya untuk mengembangakan daya nalarnya atau kreativitas anak, maka perlu diberi peluang-peluang untuk bertanya, berpendapat, menilai, tentang berbagai hal yang terkait dengan pelajaran atau yang terjadi di lingkungan. Adapun upaya yang dapat dilakukan disekolah adalah dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seperti perlombaan, cerdas cermat.

2.    Perkembangan bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Melalui bahasa, setiap manusia dapat mengenal dirinya, sesama, alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama. Menurut Syamsu Yusu (2007 : 138), perkembangan bahasa mencakup semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi, lambang, gambar atau lukisan.
Pada masa usia sekolah dasar anak sudah menguasai sekitar 2500 kata dan masa akhir (kira-kira usia 11-12 tahun) anak telah menguasai sekitar 50.000 kata ( Abin samsyuddin M, 2001 dan Nana Syaodih. S.1990).
Dengan diberikannya bahasa disekolah, para siswa diharapkan dapaat menguasai dan menggunakannya sebagai alat untuk (1) berkomunikasi ecara baik dengan orang lain ; (2) mengekspresikan pikiran , perasaan, sikap, dan pendapatnya. (3) memahami isi dari setiap bahan bacaan yang dibacanya. Untuk mengembangkannya anak dilatihkan untuk membuat karangan atau tulisan tentang berbagai hal dengan pengalaman hidup sendiri. Seperti menyusun autobiografi, kehidupan keluarga, lingkungan, cita-cita . Hubungan Perkembangan bahasa dengan pembelajaran yaitu terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa yaitu :
a.         Proses jadi matang, dengan perkataan lain anak itu menjadi matang atau organ-organ suara/bicara sudah berfungsi untuk berkata-kata.
b.        Proses belajar yang berarti bahwa anak telah matang untuk berbicara dapat mempelajari bahasa yang lain dengan cara engikuti atau meniru ucapan atau kata-kata yang didengarnya.
Disekolah diberikan pelajara bahasa dengan sengaja menambah perbendaharaan kata-katanya, mengejar dan menyusun struktur kalimat, pribahasa, kesustraan dan keterampilan mengarang dengan dibekali dengan pelajaran bahasa ini, diharapakan peserta didik dapat menguasai dan mempergunakannya sebagai alat untuk : a. Berkomunikasi dengan orang lain, b. Menyatakan isi hatinya atau perasaannya, atau c. memahami keterangan atau informasi yang diterimanya, d. berfikir atau menyatakan pendapat atau gagasan dan e. mengembangkan kepribadiannya seperti menyatakan sikap dan keyakinannya.

3.   Perkembangan emosi
Pada usia sekolah ( khususnya dikelas tinggi,kelas 4,5,6) anak mulai menyadari, bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidak ada yang diterima atau tidak disenangi oleh orang lain. Menurut Juntika Nasution (2007 : 153), emosi adalah suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (a stride up state) yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya perilaku.
Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua atau guru dalam mengendalikan emosinya sangatlah berpengaruh. Apabila anak dikembangkan  dilikngkungan keluarga yang suasana emosionalnnya setabil,maka perkembangan emosi anak cenderung stabil atau sehat.akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya kurang stabil atau kurang kontrol(seperti: marah-marah,mudah mengeluh,kecewa dan pesimis dalam menghadapi masalah),maka perkembangan emosi anak,cenderung kurang stabil atau tidak sehat.
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar.  Emosi positif seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu yang tinggi akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti memperhaatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif berdiskusi, mengerjakan tugas atau pekerjaan rumah dan disiplin dalam belajar. Sebaliknya, apabila proses belajar itu emosi yang negative seperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses pembelajaran tersebut akan mengalami hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajar.
Upaya yang dapat ditempuh guru dalam menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif itu adalah sebagai berikut :
a.       Mengambangkan iklim atau suasana kelas yang bebas dari ketegangan seperti guru bersikap ramah, tidak judes atau galak.
b.      Memperlakukan siswa sebagai individu yang mempunyai harga diri seperti guru menghargai pribadi, pendapat, dan hasil karya siswa dn tidak mencemoohkan atau melecehkan pribadi, pendaapat, dan hasil karya siswa.
c.       Memberikan nilai secara adil dan objektif.
d.      Menciptakan kondisi kelas yang tertib, bersih dan sehat.

4.   Perkembangan sosial
Maksud perkembangan sosial ini adalah pencaapain kematangan dalam hubungan atau interaksi sosial. Dapat jugaa diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi, dan moral agama. Perkembangan sosial pada anak usia SD/MI ditandai dengan adanya perluasan hubungan, disamping dengan para anggota keluarga, juga dengan teman sebaya, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya bertambah luas. Pada usia ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri dari sikap berpusat pada diri sendiri, kepada sikap pekerjasama atau sosiosentris.
Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan dirinya dengan kelompok teman sebaya maupun lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam proses belajar disekolah,  kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik maupun tugas yang membutuhkan pikiran, seperti merencanakan kegiatan kemping dan membuat laporan study tour. Tugas-tugas kelompok ini harus memberikan kempatan kepada setiap peserta didikuntuk menunjukan prestasinya, dan juga diarahkan untuk mencapai tujuan bersama. Dengan melaksanakan tugas kelompok, siswa dapat belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerjasama, saling menghormati, bertenggang rasa, dan bertanggung jawab.

5.   Perkembangan Moral 
Tingkah laku yang bermoral merupakan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai tata cara/adat yang terdapat dalam kelompok atau masyarakat. Nilai-nilai moral tersebut tidak sama tergantung dari faktor kebudayaan setempat. Nilai moral merupakan sesuatu yang bukan diperoleh dari lahir melainkan dari luar.
Anak menyesuaikan diri pada aturan-aturan yang ada dalam kelompok dan disepakati bersama oleh kelompok tersebut (moralitas konvensional atau moralitas dari aturan-aturan). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Moral , antara lain : Usia Sekolah Dasar merupakan tahun-tahun imajinasi atau keajaiban bagi anak. Berikut ini pendapat para ahli tentang perkembangan moral. 
a. Menurut Piaget 
Anak usia 5 tahun masih menilai benar dan salah secara kaku, disebut tahap moralitas heteronomous (heteronomous morality). Pada usia sekitar 11 tahun, proses berpikirnya sudah mulai berkembang sehingga penilaian benar dan salah menjadi relatif. 

  b. Menurut Kohlberg
Tingkat pertama, anak mengikuti semua peraturan yang telah ditentukan dengan harapan dapat mengambil hati orang lain dan dapat diterima dalam kelompok (moralitas anak baik). Tahap kedua, a. Lingkungan rumah, b. Lingkungan sekolah, c. Teman sebaya dan aktivitas, d. Intelegensi dan jenis kelamin .
6.    Perkembangan Agama
Menurut Zakiah Darajat (dalam Martini Jumaris), agama sebagai dari iman, pikiran yang diserapkan oleh pikiran, perasaan, dilaksanakan dalam tindakan, perbuatan, perkataan dan sikap. Agama merupakan pengarah dan penentu sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari. 
Awalnya anak-anak mempelajari agama berdasarkan contoh baik di rumah maupun di sekolah. Bambang Waluyo menyebutkan dalam artikelnya bahwa pendidikan agama di sekolah meliputi dua aspek, yaitu : 1. Aspek pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada jiwa), 2. Pengajaran agama (ditujukan kepada pikiran) . Metode yang digunakan dalam pembelajaran harus berkaitan erat dengan dimensi perkembangan motorik, bahasa, social, emosional maupun intelegensi siswa. Untuk kelas rendah dapat menggunakan metode bercerita, bermain, karyawisata, demonstrasi atau pemberian tugas. Untuk kelas tinggi dapat menggunakan metode ceramah, bercerita, diskusi, tanya jawab, pemberian tugas atau metode lainnya yang sesuai dengan perkembangan siswa.  Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran di SD, antara lain: 
a.         Metode Bercerita 
b.        Metode Bermain 
c.         Metode Karyawisata 
d.        Metode Demonstrasi 
e.         Metode Pemberian Tugas 
f.         Metode Diskusi dan Tanya Jawab.
       Hubungan Perkembangan Keagamaan dengan pembelajaran, yaitu Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan dari periode sebelumnya. Oleh karena itu, kualitas keagaman siswa akan sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Dakam kaitannya dengan hal ini, pendidikan agama disekolah dasar mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, pendidikan agama (pengajran, pembiasaan, dan penanaman nilai-nilai keagamaan) di sekolah dasar harus menjadi perhatian semua pihak yang terlibat dalam pendidikan di SD/MI, dalam hal ini bukan hanya guru agama akan tetapi kepada sekolah dan guru-guru lain.
       Dalam kaitannya dengan pemberian materi agama kepada anak, disamping mengembangkan pemahaman, juga memberikan latihan atau pembiasaan keagamaan yang menyangkut ibadah dan akhlak. Disamping membiasakan ibadah tersebut, juga perlu dibiasakan ibadah sosial, yaitu menyangkut akhlah terhadap sesame manusia, seperti 1) hormat kepada kedua orang tua, guru, dan orang lain, 2) memberikan bantuan kepada orang yang memerlukan pertolongan, 3) menyayangi fakir miskin; 4) memelihara kebersihan dan kesehatan; 5) bersikap jujur (tidak berdusta); dan 6) bersikap amanah (bertanggung jawab).          
       Kepada anak SD/MI perlu diperkenalkan juga hukum-hukum agama : 1) halah-haram, yang menyangkut makanan-minuman, dan perbuatan. Contoh makanan dan minuman yang haram, yaitu babi, darah, bangkai, minuman keras, dan hasil curian; dan contoh perbuatan yang haram, seperti mencuri, berjudi, membunuh, tawuran, saling memusuhkan, durhaka kepada orang tua, dan berdusta (tidak jujur); 2) wajib-sunah yang menyangkut ibadah, seperti berwudhu, shalat, shaum, zakat, haji, membaca Al-quran, dan berdoa.