A.
Pengertian
Pembelajaran
Kata Pembelajaran
merupakan perpaduan dari dua aktivitas belajar dan mengajar. Aktivitas belajar
secara metodologis cenderung lebih dominan pada siswa, sementara mengajar secara
instruksional dilakukan oleh guru. Jadi, istilah pembelajaran adalah ringkasan
dari kata belajar dan mengajar. Dengan kata lain, pembelajaran adalah
penyerdehanaan dari kata belajar dan mengajar (BM), proses belajar mengajar
(PBM), atau kegiatan belajar mengajar (KBM).
Kata atau istilah
pembelajaran dan penggunaannya masih tergolong baru, yang mulai populer
semenjak lahirnya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
Menurut undang-undang ini, pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Menurut pengertian ini, pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik
agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran,
dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik. Dengan
kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik.
Dengan demikian, pembelajaran
adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar
siswa, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian ekstrim yang berperanan
terhadap rangkaian kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa
(Winkle, 1991). Sementara Gagne (1985), mendefinisikan pembelajaran sebagai
pengaturan peristiwa secara seksama dengan maksud agar terjadi belajar dan
membuatnya berhasil guna. Dalam pengertian lainnya, Winkle (1991) mendefinisikan
pembelajaran sebagai pengaturan dan penciptaan kondisi-kondisi ekstern
sedemikian rupa, sehingga menunjang proses belajar siswa dan tidak
menghambatnya.
Pengertian pembelajaran
yang dikemukakan oleh Miarso (1993), menyatakan bahwa “pembelajaran adalah
usaha pendidikan yang dilaksanakan secara sengaja, dengan tujuan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya
terkendali”. Dari beberapa pengertian pembelajaran yang telah dikemukakan, maka
dapat disimpulkan beberapa ciri pembelajaran sebagai berikut :
a. Merupakan
upaya sadar dan disengaja
b. Pembelajaran
harus membuat siswa belajar
c. Tujuan
harus ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan.
d. Pelaksanaannya
terkendali, baik isinya, waktu, proses, maupun hasilnya.
Perbedaan antara
istilah “pengajaran” (teaching) dan “pembelajaran” (instruction) bisa diamati
pada tabel di bawah ini.
No
|
Pengajaran
|
Pembelajaran
|
1.
2.
3.
4.
|
Dilaksanakan
oleh mereka yang berprofesi sebagai pengajar.
Tujuannya
menyampaikan informasi kepada si belajar.
Merupakan
salah satu penerapan strategi pembelajaran.
Kegiatan
belajar berlangsung bila ada guru atau pengajar
|
Dilaksanakan
oleh mereka yang dapat membuat orang belajar.
Tujuannya agar
terjadi belajar pada diri siswa atau si belajar.
Merupakan cara
untuk mengembangkan rencana yang terorganisir untuk keperluan belajar.
Kegiatan
belajar dapat berlangsung dengan atau tanpa hadirnya guru.
|
B.
Prinsip-prinsip
Pembelajaran
Dalam melaksanakan
pembelajaran, agar dicapai hasil yang lebih optimal perlu diperhatikan beberapa
prinsip pembelajaran. Prinsip pembelajaran dibangun atas dasar prinsip-prinsip
yang ditarik dari teori psikologi terutama teori belajar dan hasil-hasil
penelitian dalam proses pengembangan pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran
akan diperoleh hasil yang lebih optimal. Selain itu akan meningkatkan kualitas
pembelajaran dengan cara memberikan dasar-dasar teori untuk membangun sistem
instruksional yang berkualitas tinggi.
Beberapa prinsip
pembelajaran dikemukakan oleh Atwi Suparman dengan mengadaptasi pemikiran
Fillbeck (1974), sebagai berikut.
a. Respons-respons
baru (new responses) diulang sebagai akibat dari respons yang terjadi
sebelumnya.
b. Perilaku
tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respons, tetapi juga dibawah pengaruh
kondisi atau tanda-tanda di lingkungan siswa.
c. Perilaku
yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang frekuensinya
bila tidak diperkuat dengan akibat yang menyenangkan.
d. Belajar
yang berbentuk respons terhadap tanda-tanda yang terbatas akan ditransfer
kepada situasi lain yang terbatas pula.
e. Belajar
menggeneralisasikan dan membedakan adalah dasar untuk belajar sesuatu yang
kompleks seperti yang berkenaan dengan pemecahan masalah.
f. Situasi
mental siswa untuk mengahadapi pelajaran aan mempengaruhi perhatian dan
ketekunan siswa selama proses siswa belajar.
g. Kegiatan
belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah kecil dan disertai umpan balik
menyelesaikan tiap langkah, akan membantu siswa.
h. Kebutuhan
memecah materi yang kompleks menjadi kegiatan-kegiatan kecil dapat dikurangi
dengan mewujudkannya dalam suatu model.
i. Keterampilan
tingkat tinggi (kompleks) terbentuk dari keterampilan dasar yang lebih
sederhana.
j. Belajar
akan lebih cepat, efisien dan menyenangkan bila siswa diberi informasi tentang
kualitas penampilannya dan cara meningkatkannya.
k. Perkembangan
dan kecepatan belajar siswa sangat bervariasi, ada yang maju dengan cepat ada
yang lebih lambat.
l. Dengan
persiapan, siswa dapat mengembangkan kemampuan mengorganisasikan kegiatan
belajarnya sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk membuat
respons yang benar.
Melihat ke-12
prinsip pembelajaran yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa
penerapan pinsip-prinsip tersebut dalam pembelajaran merupakan pekerjaan yang
kompleks, namun bila dilakukan dengan saksama diharapkan dapat tercipta
kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien.
Dalam buku
Condition Of Learning (Gagne, 1977) mengemukakan sembilan prinsip yang dapat
dilakukan guru dalam melaksanakan pembelajaran, sebagai berikut.
a. Menarik
perhatian (gaining attention) : hal yang menimbulkan minat siswa dengan
mengemukakan sesuatu yang baru, aneh, kontradiksi atau kompleks.
b. Menyampaikan
tujuan pembelajaran (informing learner of the objectives) : memberitahukan
kemampuan yang harus dikuasai siswa setelah selesai mengikuti pelajaran.
c. Mengingatkan
konsep atau prinsip yang telah dipelajari (stimulating recall or prior
learning) : merangsang ingatan tentang pengetahuan yang telah dipelajari yang
menjadi prasyarat untuk mempelajari materi yang baru.
d. Menyampaikan
materi pembelajaran (presenting the stimulas) : menyampaikan materi-materi
pembelajaran yang telah direncanakan.
e. Memberikan
bimbingan belajar (providing learner guidance) : memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang membimbing proses atau alur berpikir siswa agar
memiliki pemahaman yang lebih baik.
f. Memperoleh
kinerja atau penampilan siswa (eliciting performance) : siswa diminta untuk
menunjukkan apa yang telah dipelajari atau penguasaannya terhadap materi.
g. Memberikan
umpan balik (assessing feedback) : memberitahu seberapa jauh ketepatan
performace siswa.
h.
Menilai hasil belajar (assessing
performace) : memberikan tugas atau tes untuk
mengetahui seberapa jauh siswa menguasai tujuan pembelajaran.
i.
Memperkuat retensi dan transfer belajar
belajar (enhancing retention transfer) : merangsang kemampuan mengingat-ingat
dan mentransfer dengan memberikan rangkuman, mengadakan review atau
mempraktikkan apa yang telah dipelajari.
C.
Pembelajaran
Di Sekolah Dasar
Pendidikan
adalah upaya yang terorganisasi, berencana dan berlangsung secara terus menerus
sepanjang hayat untuk membina anak didik menjadi manusia paripurna, dewasa, dan
berbudaya. Untuk mencapai pembinaan ini asas pendidikan harus berorientasi pada
pengembangan seluruh aspek potensi anak didik, diantaranya aspek kognitif,
afektif, dan berimplikasi pada aspek psikomotorik.
Bagi peserta
didik, belajar merupakan sebuah proses interaksi antara berbagai potensi diri
siswa (fisik, nonfisik, emosi, dan intelektual), interaksi siswa dengan guru,
siswa dengan siswa lainnya, serta lingkungan dengan konsep dan fakta, interaksi
dari berbagai stimulus dengan berbagai respons terarah untuk melahirkan
perubahan. Untuk mengembangkan potensi siswa perlu diterapkan sebuah model
pembelajaran inovatif dan konstruktif. Dalam mempersiapkan pembelajaran, para
pendidik harus memahami karakteristik materi pelajaran, para pendidik harus
memahami karakteristik materi pelajaran, karakteristik murid atau peserta
didik, serta memahami metodologi pembelajaran sehingga proses pembelajaran akan
lebih variatif, inovatif, dan konstruktif dalam merekonstruksi wawasan
pengetahuan dan implementasinya sehingga akan meningkatkan aktivitas dan
kreativitas peserta didik.
Sehubungan
dengan hal diatas, ada beberapa hal lain yang perlu diperhatikan, berkenaan
dengan upaya mewujudkan proses pembelajaran yang variatif, inovatif, dan
konstruktif, yaitu : a) situasi kelas yang dapat merangsang anak melakukan
kegiatan belajar secara bebas; b) peran guru sebagai pengarah dalam belajar; c)
guru berperan sebagai penyedia fasilitas; d) guru berperan sebagai pendorong;
dan e) guru berperan sebagai penilai proses dan hasil belajar anak.
D.
Prinsip-Prinsip
Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Masa usia sekolah dasar
adalah masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam hingga kira-kira
usia sebelas atau dua belas tahun. Sesuai dengan karakteristik \anak usia
sekolah dasar yang suka bermain, memiliki rasa ingin tahu yang besar, mudah terpengaruh
oleh lingkungan, dan gemar membentuk kelompok sebaya. Oleh karena itu,
pembelajaran di sekolah dasar diusahakan untuk tercipatanya suasana yang
kondusif dan menyenangkan. Untuk itu, guru perlu memerhatikan beberapa prinsip
pembelajaran yang diperlukan agar tercipta suasana yang kondusif dan
menyenangkan tersebut, yaitu : prinsip motivasi, latar belakang, pemusatan
perhatian, keterpaduan, pemecahan masalah, menemukan, belajar sambil bekerja,
belajar sambil bermain, perbedaan individu, dan hubungan sosial. Beberapa
prinsip pembelajaran tersebut dapat diuraikan secara singkat, sebagai berikut :
a. Prinsip
Motivasi adalah upaya guru untuk menumbuhkan dorongan belajar, baik dari dalam
diri anak atau dari luar diri anak, sehingga anak belajar seoptimal mungkin
sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
b. Prinsip
latar belakang adalah upaya guru dalam proses belajar mengajar memerhatikan pengetahuan, keterampilan dan
sikap yang telah dimiliki anak agar tidak terjadi pengulangan yang membosankan.
c. Prinsip
pemusatan perhatian adalah usaha untuk memusatkan perhatian anak dengan jalan
mengajukan masalah yang hendak dipecahkan lebih terarah untuk mencapai tujuan
yang hendak dicapai.
d. Prinsip
keterpaduan adalah hal yang terpenting dalam pembelajaran. Oleh karena itu,
guru dalam menyampaikan materi hendaknya mengaitkan suatu pokok bahasan dengan
pokok bahasan lain, atau subpokok bahasan dengan subpokok bahasan lain agar
anak mendapat gambaran keterpaduan dalam proses perolehan hasil belajar.
e. Prinsip
pemecahan masalah adalah situasi belajar yang dihadapkan pada masalah-masalah.
Hal ini dimaksudkan agar anak peka dan juga mendorong mereka untuk mencari,
memilih, dan menentukan pemecahan masalah sesuai dengan kemampuannya.
f. Prinsip
menemukan adalah kegiatan menggali potensi yang dimiliki anak untuk mencari,
mengembangkan hasil perolehannya dalam bentuk fakta dan informasi. Untuk itu
proses belajar mengajar yang mengembangkan potensi anak tidak merasa kebosanan.
g. Prinsip
belajar sambil bekerja, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan berdasarkan
pengalaman untuk mengembangkan dan memperoleh pengalam baru. Pengalaman belajar
yang diperoleh melalui bekerja tidaklah mudah dilupaka oleh anak. Dengan
demikian, proses belajar mengajar yang memberikan kesempatan kepada anak untuk
bekerja, berbuat sesuatu akan memupuk kepercayaan diri, gembira, dan puas
karena kemampuannya tersalurkan dengan melihat hasil kerjanya.
h. Prinsip
belajar sambil bermain adalah kegiatan yang dapat menimbulkan suasana
menyenangkan bagi siswa dalam belajar, karena dengan bermain pengetahuan, keterampilan,
sikap, dan daya fantasi anak berkembang. Suasana demikian akan mendorong anak
aktif dalam belajar.
i. Prinsip
perbedaan individu yakni upaya guru dalam proses belajar mengajar yang
memerhatikan perbedaan individu dari tingkat kecerdasan, sifat, dan kebiasaan
atau latar belakang keluarga. Hendaknya guru tidak memperlakukan anak-anak
seolah-olah sama semua.
j. Prinsip
hubungan sosial adalah sosialisasi pada masa anak yang sedang tumbuh yang
banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Kegiatan pembelajaran hendaknya
dilakukan secara berkelompok untuk melatih anak menciptakan suasana kerja sama
dan saling menghargai satu sama lainnya.
Hasil
belajar optimal harus dicapai oleh siswa, karena untuk saat ini hasil belajar
dijadikan patokan keberhasilan siswa serta dijadikan tolok ukur tercapai
tidaknya tujuan pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan
melihat hasil belajar, maka bisa diukur
ketercapaian Standar Kompetensi (SK), Kompetensi Dasar (KD), serta bisa
dijadikan patokan untuk menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
E.
Tujuan
Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Pendidikan di sekolah
dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar baca, tulis hitung,
pengetahuan, dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan
tingkat perkembangan serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di
SMP. Terkait dengan tujuan memberikan bekal kemampuan dasar baca tulis, maka
peran pendidikan mampu memberikan bekal pada kemampuan dasar baca tulis mulai
pada tahap keterwacanaan (dikelas-kelas awal), sampai pada tercapainya
kemahirwacanaan (di kelas-kelas tinggi).
Minat dan kultur
membaca di negara barat bahkan di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), seperti ;
Singapura, Thailand, Filipina, Malaysia lebih
baik dibanding dengan negara indonesia. Di indonesia, minat baca
masyarakat masih rendah, yang otomatis berakibat pada sumber daya manusia yang
rendah pula. Padahal, minat itu merupakan kunci utama dalam belajar, termasuk
minat membaca.
Rendahnya minat baca
menjadi problem uatama yang dihadapi bangsa kita. Hal ini terlihat dari
tertinggalnya kualitas SDM kita oleh negara-negara tetangga, dan ini
menunjukkan kualitas pendidikan kita lebih rendahb dibanding mereka . Salah
satunya adalah akibat dari kebiasaan membaca yang sangat rendah dan ini
berakibat fatal kepada kualitas SDM-nya sendiri, sebab kepintaran daya nalar seseorang
salah satu kunci utamanya ditentukan oleh frekuensi dan banyaknya buku yang
dibaca (kultur membaca).
Di sekolah dasar, bagi
pembaca pemula yang dimulai pada kelas 3 dan seterusnya, misalnya penerapan
strategi Directed Reading Thinking Activity (DRTA) dianggap yang paling
efektif. Karena strategi individual dan menekankan pada pengembangan proses
berpikir tinggi. Selain itu, strategi ini melibatkan pemahaman aktif dan
pertukaran gagasan di antara para pembelajar serta sangat efektif dalam
mengarahkan dinamika sosial yang terjadi dalam kelompok pembelajaran.
F.
Peran
Guru Dalam Pembelajaran
Mengingat pentingnya pendidikan dasar sebagai
tonggak awal peningkatan SDM, banyak pihak menarik perhatian bahwa pendidikan
dasar adalah jembatan upaya peningkatan pengembangan SDM untuk dapat
berkompetensi dalam skala regional maupun internasional. Mutu pendidikan yang
baik ditingkat seklah dasar akan menghasilkan ditingkat secara sistematik mutu
pendidikan pada jenjang pendidikan selanjutnya. Oleh karena itu, pada tingkat
sekolah dasar sangat memungkinkan untuk dikembangkan usaha dalam perubahan mutu
pendidikan hal ini dilakukan melalui penataan
kelembagaan, pengelolaan, dan peningkatan mutu pendidikan.
Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan
pendidikan merupakan pihak yang sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran.
Guru harus pandai membawa siswanya kepada tujuan yang hendak dicapai. Ada
beberapa hal yang membentuk kewibawaan guru, antara lain penguasaan materi yang
diajarkan, metode mengajar sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan
antar individu baik dengan siswa maupun antar sesame guru dan unsure lain yang
terkait dalam proses pendidikan seperti administrasi, kepala sekolah dan tata
usaha serta masyarakat sekitarnya.
Menurut Solihatin Raharjo (2007), menyebutkan bahwa
dalam pembelajaran disekolaah dasar saat ini, guru masih menganggap siswa
sebagai objek, bukan sebagai subjek dalam pembelajaran, sehingga guru dalam
proses pembelajaran masih mendominasi aktivitas belajar, salah satu upaya
mengatasi permasalahan ini, guru harus mampu
merancang model pembeelajaran yang bermakna bagi siswa. Untuk itu, guru harus
kreatif dalam mendesain model pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat berpartisipasi, aktif, kreatif terhadap
materi yang diajarkan. Pentingnya merancang model pembelajaran yang bermakna
ini karena fungsi utama setiap mata pelajaran disekolah dasar, yaitu
mengembangkan pengetahuan, nilai, dan sikap, serta keterampilan sosial siswa.
G.
Karakteristik
Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar
Satu hal yang juga tidak boleh dilupakan oleh guru
atau pendidik di sekolah dasar ini adalah guru hendaknya memahami karakteristik
siswa yang akan diajarnya. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi
merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu,
pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan
berkembang secara optimal. Pertumbuhan dan perkembangan siswa merupakan bagian
pengetahuan yang harus dimiliki oleh guru. Menurut Sumantri, (2005), pentingnya
mempelajari perkembangan peserta didik bagi guru, sebagai berikut :
a. Kita akan memperoleh ekspetasi yang nyata
tentang anak dan remaja.
b. Pengetahuan tentang psikologi
perkembangan anak membantu kita untuk merespons sebagaimana mestinya pada
perilaku tertentu pada seorang anak.
c. Pengetahuan tentang perkembangan anak
akan membantu mengenali berbagai penyimpangan dari perkembangan yang normal.
d. Dengan mempelajari perkembangan anak akan
membantu memahami diri sendiri.
Perkembangan anak meliputi aspek pertumbuhan dan
perkembangan fisik dan mental. Perkembangan mental terdiri dari perkembangan
intelektual, perkembangan bahasa, perkembangan sosial, perkembangan emosi,
perkembangan moral dan perkembangan keagamaan. Fase perkembangan anak, menurut
Santrok dan yussen terdiri dari lima fase, yaitu :
a. Fase Prenatal, saat dalam kandungan dari masa pembuahan sampai dengan
masa kelahiran.
b. Fase bayi, yaitu saat perkembangan yang
berlangsung sejak lahir sampai usia 18 atau 24 bulan
c. Fase kanak-kanak awal, yaitu fase perkembangan
yang berlangsung sejak akhir masa bayi sampai usia lima atau enam tahun.
d. Fase kanak-kanak tengah atau akhir, yaitu
fase perkembangan yang berlangsung sejak kira-kira umur enam sampai sebelas
tahun.
e. Fase remaja, yaitu masa perkembangan yang
merupakan transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa awal.
Perkembangan Fisik pada anak sekolah dasar, yang
paling menonjol meliputi perkembanga fisik motorik.
1.
Perkembangan
fisik motorik
Perkembangan ini biasanya seperti
menggerakan tangan untuk menulis menggambar, mengambil makanan, dan sebagainya.
Fase usia sekolah dasar (7-12 tahun) ditandai dengan gerak atau aktivitas
motorik yang lincah. Oleh karena itu usia ini kerupakan masa yang ideal untuk
belajar keterampilan yang berkaitan dengan motorik baik halus maupun kasar.
Motorik halus diantaranya :
menulis, menggambar atau melukis, mengetik, merupa, menjahit, membuat kerajinan
dari kertas. Motorik kasar diantaranya baris berbaris, seni beladiri,
senam, berenang, atletik main sepak bola dan sepak bola. Upaya-upaya sekolah untuk
mempasilitasi perkembangan motorik secara fungsional diantaranya :
a.
Sekolah meranncang pelajaran keterampilan yang bermanfaat
bagi perkembangan atau kehidupan anak, seperti mengetik, menjahit, merupa, atau
kerajinan tangan lainnya.
b.
Sekolah memberikan pelajaran senam atau olahraga kepada
paara siswa, yang jenisnya disesuaikan dengan usia siswa.
c.
Sekolah perlu merekrut guru-guru yang memiliki keahlian
dalam bidang-bidang tersebut diatas.
d.
Sekolah menyediakan sarana untuk keberlangsungan penyelenggaraan
pelajaran tersebut seperti alat-alat yang diperlukan dan tempat atau lapangan
olahraga.
Selain
perkembangan intelektualnya, pada anak usia sekolah dasar ini ditandai dengan
karakteristik-karakteristik perkembangan lainnya. Secara umum, karakteristik
perkembangan anak pada kelas awal (kelas 1,2,3) sekolah dasar biasanya
pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol
tubuh dan keseimbangannya. Dalam tahap perkembangannya, siswa yang berada pada
tahap periode perkembangan yang berbeda antara kelas awal (Kelas 1-3) dengan
kelas akhir (4-6) dari segala aspek. Menurut Piaget (1950), yang menyatakan
bahwa setiap tahapan perkembangan kognitif tersebut mempunyai karakteristik
yang berbeda secara garis besarnya dikelompokkan kepada empat tahap, yaitu :
tahap sensori motor, tahap pra-operasional, tahap operasional konkret, dan
tahap operasional formal.
1)
Tahap sensori motor (usia 0-2 tahun),
pada tahap ini belum memasuki usia sekolah.
2)
Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun),
pada tahap ini kemampuan skema kognitifnya masih terbatas.
3)
Tahap operasional konkret (usia 7-11
tahun), pada tahap ini peserta didik sudah mulai memahami aspek-aspek kumuatif
materi, misalnya volume dan jumlah, mempunyai kemampuan memahami cara
mengkombinasikan beberapa holongan benda yang bervariasi tingkatannya.
4)
Tahap operasional formal (usia 11-15
tahun), pada tahap ini peserta didik sudah menginjak usia remaja, perkembangan
kognitif peserta didik pada tahap ini telah memiliki kemampuan mengoordinasikan
dua ragam kemampuan kognitif baik secara simultan (serentak) maupun berurutan.
Hubungan antara
perkembangan fisik motorik dengan pembelajaran, yaitu Perkembangan fisik yang normal (tidak
cacat) merupakan salah satu faktor penentu kelancaran proses belajar, baik
dalam bidang pengetahuan, maupun keterampilan. Perkembangan motorik ini sangat
mendasar bagi belajar keterampilan. Oleh karena itu, kematangan dalam
perkembangan motorik sangat menunjang keberhasilan belajar peserta didik. Pada
masa usia sekolah dasar, kematangan perkembangan motorik ini pada umumnya telah
dicapainya, oleh karena itu mereka sudah siap menerima pelajaran keterampilan.
Untuk memfasilitasi perkembangan motorik atau
keterampilan ini, maka sekolah perlu menyiapkan guru khusus untuk mengajar
olahraga atau kesenian (melukis, menari, membatik, atau yang lainnya), berikut
sarana dan prasarananya, seperti lapangan untuk fasilitas olahraga, serta
fasilitas kesenian.
Perkembangan
mental pada anak sekolah dasar yang paling menonjol sebagaimana dikemukakan di
atas, meliputi perkembangan intelektual, perkembangan bahasa, perkembangan
sosial, perkembangan emosi, perkembangan moral, dan perkembangan keagamaan,
yang secara terperinci dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Perkembangan Intelektual
Pada usia sekolah dasar (usia 6-12
tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan
tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektua atau kemampuan kognitif,
seperti membaca, menulis, dan menghitung. Dilihat dari aspek perkembangan
kognitif, menurut piaget masa ini berada pada tahap operasi konkret, yang
ditandai dengan kemampuan (1) mengklasifikasikan benda-benda berdasarkan ciri
yang sama; (2) menyusun atau mengasosiasikan angka-angka atau bilangan; (3)
memecahkan masalah yang sederhana.
Upaya untuk mengembangakan daya
nalarnya atau kreativitas anak, maka perlu diberi peluang-peluang untuk
bertanya, berpendapat, menilai, tentang berbagai hal yang terkait dengan
pelajaran atau yang terjadi di lingkungan. Adapun upaya yang dapat dilakukan
disekolah adalah dengan menyelenggarakan kegiatan-kegiatan seperti perlombaan,
cerdas cermat.
2. Perkembangan bahasa
Bahasa adalah sarana berkomunikasi
dengan orang lain. Melalui bahasa, setiap manusia dapat mengenal dirinya,
sesama, alam sekitar, ilmu pengetahuan, dan nilai-nilai moral atau agama.
Menurut Syamsu Yusu (2007 : 138), perkembangan bahasa mencakup semua cara untuk
berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan,
lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat bunyi,
lambang, gambar atau lukisan.
Pada masa usia sekolah dasar anak
sudah menguasai sekitar 2500 kata dan masa akhir (kira-kira usia 11-12 tahun)
anak telah menguasai sekitar 50.000 kata ( Abin samsyuddin M, 2001 dan Nana
Syaodih. S.1990).
Dengan diberikannya bahasa
disekolah, para siswa diharapkan dapaat menguasai dan menggunakannya sebagai
alat untuk (1) berkomunikasi ecara baik dengan orang lain ; (2) mengekspresikan
pikiran , perasaan, sikap, dan pendapatnya. (3) memahami isi dari setiap bahan
bacaan yang dibacanya. Untuk
mengembangkannya anak dilatihkan untuk membuat karangan atau tulisan tentang
berbagai hal dengan pengalaman hidup sendiri. Seperti menyusun autobiografi,
kehidupan keluarga, lingkungan, cita-cita . Hubungan Perkembangan bahasa dengan
pembelajaran yaitu terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa yaitu :
a.
Proses jadi matang, dengan perkataan lain anak itu
menjadi matang atau organ-organ suara/bicara sudah berfungsi untuk
berkata-kata.
b.
Proses belajar yang berarti bahwa anak telah matang
untuk berbicara dapat mempelajari bahasa yang lain dengan cara engikuti atau
meniru ucapan atau kata-kata yang didengarnya.
Disekolah diberikan pelajara bahasa dengan sengaja
menambah perbendaharaan kata-katanya, mengejar dan menyusun struktur kalimat,
pribahasa, kesustraan dan keterampilan mengarang dengan dibekali dengan
pelajaran bahasa ini, diharapakan peserta didik dapat menguasai dan
mempergunakannya sebagai alat untuk : a. Berkomunikasi dengan orang lain, b.
Menyatakan isi hatinya atau perasaannya, atau c. memahami keterangan atau
informasi yang diterimanya, d. berfikir atau menyatakan pendapat atau gagasan
dan e. mengembangkan kepribadiannya seperti menyatakan sikap dan keyakinannya.
3.
Perkembangan emosi
Pada
usia sekolah ( khususnya dikelas tinggi,kelas 4,5,6) anak mulai menyadari,
bahwa pengungkapan emosi secara kasar tidak ada yang diterima atau tidak
disenangi oleh orang lain. Menurut Juntika Nasution (2007 : 153), emosi adalah
suatu suasana yang kompleks (a complex feeling state) dan getaran jiwa (a
stride up state) yang menyertai atau muncul sebelum atau sesudah terjadinya
perilaku.
Dalam
proses peniruan, kemampuan orang tua atau guru dalam mengendalikan emosinya
sangatlah berpengaruh. Apabila anak dikembangkan dilikngkungan keluarga yang suasana
emosionalnnya setabil,maka perkembangan emosi anak cenderung stabil atau
sehat.akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya
kurang stabil atau kurang kontrol(seperti: marah-marah,mudah mengeluh,kecewa
dan pesimis dalam menghadapi masalah),maka perkembangan emosi anak,cenderung
kurang stabil atau tidak sehat.
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi
tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi positif seperti perasaan senang,
bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu yang tinggi akan mempengaruhi
individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar, seperti
memperhaatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif berdiskusi, mengerjakan
tugas atau pekerjaan rumah dan disiplin dalam belajar. Sebaliknya, apabila
proses belajar itu emosi yang negative seperti perasaan tidak senang, kecewa,
tidak bergairah, maka proses pembelajaran tersebut akan mengalami hambatan,
dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar, sehingga
kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajar.
Upaya yang dapat ditempuh guru dalam menciptakan
suasana belajar mengajar yang kondusif itu adalah sebagai berikut :
a. Mengambangkan iklim atau suasana kelas yang
bebas dari ketegangan seperti guru bersikap ramah, tidak judes atau galak.
b. Memperlakukan siswa sebagai individu yang
mempunyai harga diri seperti guru menghargai pribadi, pendapat, dan hasil karya
siswa dn tidak mencemoohkan atau melecehkan pribadi, pendaapat, dan hasil karya
siswa.
c. Memberikan nilai secara adil dan objektif.
d. Menciptakan kondisi kelas yang tertib,
bersih dan sehat.
4. Perkembangan sosial
Maksud perkembangan sosial ini adalah pencaapain
kematangan dalam hubungan atau interaksi sosial. Dapat jugaa diartikan sebagai
proses belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, tradisi,
dan moral agama. Perkembangan sosial pada anak usia SD/MI ditandai dengan
adanya perluasan hubungan, disamping dengan para anggota keluarga, juga dengan
teman sebaya, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya bertambah luas. Pada usia
ini, anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri dari sikap berpusat pada
diri sendiri, kepada sikap pekerjasama atau sosiosentris.
Berkat perkembangan sosial, anak dapat menyesuaikan
dirinya dengan kelompok teman sebaya maupun lingkungan masyarakat sekitarnya.
Dalam proses belajar disekolah, kematangan
perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan
tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga fisik maupun tugas yang
membutuhkan pikiran, seperti merencanakan kegiatan kemping dan membuat laporan
study tour. Tugas-tugas kelompok ini harus memberikan kempatan kepada setiap
peserta didikuntuk menunjukan prestasinya, dan juga diarahkan untuk mencapai
tujuan bersama. Dengan melaksanakan tugas kelompok, siswa dapat belajar tentang
sikap dan kebiasaan dalam bekerjasama, saling menghormati, bertenggang rasa,
dan bertanggung jawab.
5. Perkembangan Moral
Tingkah laku yang
bermoral merupakan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai tata cara/adat
yang terdapat dalam kelompok atau masyarakat. Nilai-nilai moral tersebut tidak
sama tergantung dari faktor kebudayaan setempat. Nilai moral merupakan sesuatu
yang bukan diperoleh dari lahir melainkan dari luar.
Anak menyesuaikan diri
pada aturan-aturan yang ada dalam kelompok dan disepakati bersama oleh kelompok
tersebut (moralitas konvensional atau moralitas dari aturan-aturan). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Moral , antara lain : Usia Sekolah Dasar merupakan
tahun-tahun imajinasi atau keajaiban bagi anak. Berikut
ini pendapat para ahli tentang perkembangan moral.
a.
Menurut Piaget
Anak
usia 5 tahun masih menilai benar dan salah secara kaku, disebut tahap moralitas
heteronomous (heteronomous morality). Pada usia sekitar 11 tahun, proses
berpikirnya sudah mulai berkembang sehingga penilaian benar dan salah menjadi
relatif.
b. Menurut Kohlberg
Tingkat
pertama, anak mengikuti semua peraturan yang telah ditentukan dengan harapan
dapat mengambil hati orang lain dan dapat diterima dalam kelompok (moralitas
anak baik). Tahap
kedua, a. Lingkungan rumah,
b.
Lingkungan sekolah, c. Teman sebaya dan
aktivitas, d. Intelegensi dan
jenis kelamin .
6.
Perkembangan Agama
Menurut Zakiah Darajat
(dalam Martini Jumaris), agama sebagai dari iman, pikiran yang diserapkan oleh
pikiran, perasaan, dilaksanakan dalam tindakan, perbuatan, perkataan dan sikap.
Agama merupakan pengarah dan penentu sikap dan perilaku dalam kehidupan
sehari-hari.
Awalnya anak-anak
mempelajari agama berdasarkan contoh baik di rumah maupun di sekolah. Bambang
Waluyo menyebutkan dalam artikelnya bahwa pendidikan agama di sekolah meliputi
dua aspek, yaitu : 1. Aspek pembentukan kepribadian (yang ditujukan kepada
jiwa), 2. Pengajaran agama (ditujukan kepada pikiran) . Metode yang digunakan dalam
pembelajaran harus berkaitan erat dengan dimensi perkembangan motorik, bahasa,
social, emosional maupun intelegensi siswa. Untuk kelas rendah dapat
menggunakan metode bercerita, bermain, karyawisata, demonstrasi atau pemberian
tugas. Untuk kelas tinggi dapat menggunakan metode ceramah, bercerita, diskusi,
tanya jawab, pemberian tugas atau metode lainnya yang sesuai dengan
perkembangan siswa. Beberapa
metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran di SD, antara lain:
a.
Metode Bercerita
b.
Metode Bermain
c.
Metode Karyawisata
d.
Metode Demonstrasi
e.
Metode Pemberian Tugas
f.
Metode Diskusi dan Tanya Jawab.
Hubungan Perkembangan Keagamaan dengan
pembelajaran, yaitu Periode usia sekolah dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama
sebagai kelanjutan dari periode sebelumnya. Oleh karena itu, kualitas keagaman
siswa akan sangat dipengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang
diterimanya. Dakam kaitannya dengan hal ini, pendidikan agama disekolah dasar
mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, pendidikan agama
(pengajran, pembiasaan, dan penanaman nilai-nilai keagamaan) di sekolah dasar
harus menjadi perhatian semua pihak yang terlibat dalam pendidikan di SD/MI,
dalam hal ini bukan hanya guru agama akan tetapi kepada sekolah dan guru-guru
lain.
Dalam kaitannya dengan pemberian materi agama kepada
anak, disamping mengembangkan pemahaman, juga memberikan latihan atau
pembiasaan keagamaan yang menyangkut ibadah dan akhlak. Disamping membiasakan
ibadah tersebut, juga perlu dibiasakan ibadah sosial, yaitu menyangkut akhlah
terhadap sesame manusia, seperti 1) hormat kepada kedua orang tua, guru, dan
orang lain, 2) memberikan bantuan kepada orang yang memerlukan pertolongan, 3)
menyayangi fakir miskin; 4) memelihara kebersihan dan kesehatan; 5) bersikap
jujur (tidak berdusta); dan 6) bersikap amanah (bertanggung jawab).
Kepada anak SD/MI perlu diperkenalkan juga hukum-hukum
agama : 1) halah-haram, yang menyangkut makanan-minuman, dan perbuatan. Contoh
makanan dan minuman yang haram, yaitu babi, darah, bangkai, minuman keras, dan
hasil curian; dan contoh perbuatan yang haram, seperti mencuri, berjudi,
membunuh, tawuran, saling memusuhkan, durhaka kepada orang tua, dan berdusta
(tidak jujur); 2) wajib-sunah yang menyangkut ibadah, seperti berwudhu, shalat,
shaum, zakat, haji, membaca Al-quran, dan berdoa.