A.
Hakikat Guru
Guru menurut
Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti orang yang mengajar. Dengan
demikian, orang-orang yang profesinya mengajar disebut guru. Baik itu guru di
sekolah maupun di tempat lain. Dalam bahasa Inggris, guru disebut juga teacher
yang artinya pengajar. Dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 74 tahun 2008
tentang guru dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru dalam
Permendiknas menunjukkan orang yang memiliki banyak ilmu dan harus bertanggung
jawab. Apa yang dimilikinya diamalkan dengan sungguh-sungguh. Dengan harapan
anak didiknya menjadi lebih baik dalam segala hal yakni dimulai dari persiapan,
proses, hingga evaluasi. Semua pekerjaan itu harus dipertanggung jawabkan. Guru
akan merasa bangga bila melihat anak didiknya sukses melebihi dirinya. Sebagai seorang pengajar dan juga
pendidik, maka guru berada di garis terdepan. Guru mampu memberikan nilai
lebih. Guru tidak sama dengan profesi-profesi lainnya. Itu karena, guru bisa
menentukan masa depan anak didiknya. Bahkan gurulah yang mampu membangun sebuah
bangsa menjadi lebih bermartabat. Ada
sebuah kata bijak dari seorang pakar pendidikan India, yang dikutif Sulhan
dalam bukunya ”Guru masa depan sukse dan bermartabat”, ”melalui pendidikan
manusia ditanam dan dengan pendidikan masa depan bangsa dibangun”. Ini artinya
bangsa sangat menaruh harapan terhadap sebuah pendidikan. Baik dan buruknya
sebuah bangsa sangat ditentukan oleh kualitas pendidikan itu sendiri.
Nana Syaodih
Sukmadinata mengatakan bahwa pendidikan pada dasarnya adalah berintikan
interaksi antara pendidik dan peserta didik. Pendidik atau yang disebut guru
memegang peranan kunci bagi kelangsungan kegiatan pendidikan. Pendidikan tetap
berjalan tanpa kelas, tanpa gedung, atau dalam keadaan darurat serba minim
fasilitas. Namun tanpa guru proses pendidikan hampir tak mungkin bisa berjalan.
Guru menjadi satu kebutuhan yang tak bisa ditawar dalam dunia pendidikan.
Kehadiran seorang guru sangat ditunggu dan diharapkan bisa meningkatkan
kualitas sebuah bangsa di masa datang. Lalu seperti apa guru yang diharapkan
bisa membangun sebuah bangsa? Banyak
tokoh pendidikan yang memberikan rambu-rambu tentang guru. Guru sebagai penentu
masa depan bangsa tidak boleh asal saja. Guru harus mampu memahami hakekat
dirinya dalam mengemban amanah suci untuk mencerdaskan anak bangsa. Untuk
itulah perlu disimak beberapa pendapat tokoh tentang hakekat seorang guru. Imam Gozali memandang bahwa pekerjaan
seorang sebagai guru lebih mulia dibanding lainnya. Untuk itulah beliau
memberikan kriteria bagi seorang guru. Guru bukan pekerjaan pelarian. Guru
bukan pekerjaan asal mau. Guru yang diserahi tugas mengajar secara umum
memiliki kriteria yang cerdas, sehat akal, memiliki akhlak yang baik, dan kuat
fisiknya.
Selain
sifat-sifat secara umum, Imam Gozali sifat-sifat guru ideal, sebagaimana yang
ditulis Dr. H. Abuddin Nata, MA dalam bukunya, Pemikiran tokoh Pendidikan
islam. Sifat-sifat guru yang ideal diantaranya: Pertama, seorang guru
harus memiliki kasih sayang. Sifat ini sangat penting karena bisa menimbulkan
rasa percaya diri dan rasa tentram pada diri murid terhadap gurunya. Kedua,
seorang guru tidak terlalu banyak menuntut upah. Seorang guru menyadari kondisi
tempat ia bekerja. Yakinilah bahwa kebaikan yang kita lakukan senatiasa akan
berbalas dengan kebaikan pula. Tidak selamanya berbentuk materi. Ketiga,
seorang guru harus membangun komunikasi yang harmonis sesama rekan kerja. Guru
tidak boleh tenggelam dalam persaingan, perselisihan, dan pertengkaran sesama. Keempat,
seorang guru menggunakan pendekatan ramah, penuh simpati, tidak menggunakan
kekerasan, dan cacian kepada anak. Guru yang menggunakan kekerasan, dan cacian
kepada anak, bisa menyebabkan murid memiliki jiwa yang keras, menentang,
membangkang, dan memusuhi gurunya. Sebaliknya guru yang ramah, penuh simpati
membuat anak akan simpati dan menghormati guru, dan akan ditiru prilakunya oleh
murid. Kelima, seorang guru harus bisa memberikan teladan yang baik
di depan muridnya. Seorang guru juga harus bisa bersikap toleransi dan mau
mengahrgai orang lain. Keenam, seorang guru harus memiliki
prinsip mengakui ada perbedaan potensi dan kecerdasan yang dimiliki murid
secara individual, dan memperlakukannya sesuai dengan tingkat perbedaan yang
dimiliki muridnya tersebut. Ketujuh, seorang guru memahami
bakat, tabiat, dan kejiwaan muridnya sesuai dengan tingkat perbedaan usianya. Kedelapan,
seorang guru harus bisa menjadi model, apa yang diucapkan harus bisa sesuai
dengan perbuatannya.
Selian itu,
Ibnu Sina memberikan konsep tentang guru yang baik sebagaimana yang dikutip
oleh Nata. Menurut Ibnu Sina guru yang baik adalah guru yang cerdas, beragama,
mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan
tenang, jauh dari kata berolok-olok dan main-main di hadapan muridnya, tidak
bermuka masama, sopan santun, bersih dan senantiasa dalam keadaan suci
(berwudhu’). Namun demikian, Ibnu
Sina lebih memberikan penekanan khusus sebagai kriteria guru yang baik.
Menurutnya, guru yang baik itu memiliki kompetensi atau kecakapan dalam
mengajar, memiliki kepribadian yang baik. Dengan kompetensi itu, seorang guru
akan dapat mencerdaskan anak didiknya dengan berbagai pengetahuan dan dengan
kepribadian yang baik, ia dapat membina mental dan akhlak anak. Ibnu Taimiyah memberikan komentar
tentang hakekat seorang guru (dalam Nata, Pemikiran tokoh Islam, 2001).
Menurutnya guru selalu memiliki hubungan dengan murid. Untuk itulah belaiu
secara garis besar membrikan konsep etika guru dengan murid. Karena
bagaimanapun juga murid akan selalu melihat dan mencontoh prilaku guru; Pertama,
seorang guru hendaknya saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, dan
dilarang saling menjegal satu sama lain. Selain itu, guru dilarang saling
menyakiti, baik ucapan maupun perbuatan tanpa hak. Kedua, seorang guru
hendaknya bisa dijadikan sebagai sebagai panutan bagi murid-muridnya dalam hal
kejujuran. Selain itu, guru juga harus selalu berpegang teguh pada akhlak yang
mulia. Guru berdusta kepada murid merupakan suatu kezaliman yang besar. Ketiga,
seorang guru hendaknya menyebarkan ilmunya tanpa main-main atau sembrono.
Karena berbuat lalai dalam menyebarkan ilmu dianggap lalai dalam berjihad. Keempat,
seorang guru hendaknya membiasakan menambah ilmu atau belajar terus. Hakekat
seorang guru merupakan seorang pembelajar sepanjang masa.
Berdasarkan
pandangan para tokoh di atas, maka guru memiliki kepribadian utuh. Guru
merupakan sosok yang senantiasa menjadi cermin bagi orang lain, baik di dalam
kehidupan pribadi maupuj khidupan sosial. Guru senantiasa memperbaiki tingkah
laku, kualitas berpikir dengan selalu introspeksi pada masa lalu
dan memiliki pandangan untuk masa depan.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan nasional nomor 16 tahun 2007 tentang
Standar kualifikasi dan komptensi guru, 1. Kualifikasi Akademik Guru
Melalui Pendidikan Formal Kualifikasi akademik guru pada
satuan pendidikan jalur formal mencakup kualifikasi akademik guru pendidikan
Anak Usia Dini/ Taman Kanak-kanak/Raudatul Atfal (PAUD/TK/RA), guru sekolah
dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), guru sekolah menengah pertama/madrasah
Tsanawiyah (SMP/MTs), guru sekolah menengah atas/madrasah aliyah
(SMA/MA), guru sekolah dasar luar biasa/sekolah menengah luar biasa/sekolah
menengah atas luar biasa (SDLB/SMPLB/SMALB), dan guru sekolah menengah
kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK*), sebagai berikut. (a).
Kualifikasi Akademik Guru PAUD/TK/RA adalah Guru pada PAUD/TK/RA harus memiliki
kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)
dalam bidang pendidikan anak usia dini atau psikologi yang diperoleh dari program
studi yang terakreditasi. (b). Kualifikasi Akademik Guru SD/MI. Guru pada
SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat, harus memiliki kualifikasi
akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1)
dalam bidang pendidikan SD/MI (D-IV/S1 PGSD/PGMI) atau psikologi
yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi. (c.)
Kualifikasi Akademik Guru SMP/MTs. Guru pada SMP/MTs, atau bentuk lain
yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma
empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran
yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
(d). Kualifikasi Akademik Guru SMA/MA Guru pada SMA/MA, atau bentuk lain
yang sederajat, harus memiliki kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma
empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan mata pelajaran
yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi.
Standar
kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi
tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.
Pada hakekatnya seorang guru merasakan bangga atas keberhasilan anak
didiknya. Bagitu juga sebaliknya, ia akan merasa sedih bila terjadi kegagalan
pada anaknya. Dengan demikian, berbagai upaya dengan tulus ikhlas dilakukan
agar anak didiknya menjadi sukses melebihi dirinya. Untuk itulah, agar guru
sukses dan bermartabat guru harus memiliki kompetensi.
B.
Profesi Guru
Profesi merupakan
suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan
kesetiaan terhadap profesinya serta adanya pengakuan masyarakat. Beberapa
ciri-ciri profesi yaitu ; pertama, pekerjaan yang mempunyai
fungsi dan signifikasi sosial, karena diperlukan pengabdian pada masyarakat. Kedua,
profesi menuntut ketrampilan tertentu yang diperoleh lewat pendidikan dan
latihan yang lama dan intensif serta dalam lembaga tertentu sehingga
secara sosial dapat dipertanggung jawabkan ( Accoun table ). Proses
perolehan ketrampilan itu bukan hanya rutin, melainkan bersifat pemecahan
masalah. Jadi profesi bersifat independen judgment yaitu berperanan
dalam mengambil putusan, bukan sekedar menjalankan tugas. Ketiga, profesi
didukung oleh suatu disiplin ilmu ( a systematik body of
knowledge ) bukan sekedar serpihan atau hanya common sense.
Keempat, adanya kode etik yang menjadi pedoman anggota beserta sanksi
yang jelas dan tegas terhadap pelanggar kode etik. Kelima, konsekuensi dari
pengabdian pada masyarakat berhak mendapat imbalan finansial ( Supeno. 1997: 80
).
Hal
yang harus diperhatikan seorang guru yaitu harus berpegang teguh pada
kode etik guru:
1. Guru
berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan
yang berpancasila.
2. Guru
memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan anak didik masing-masing.
3. Guru
mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik,
tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4. Guru
menciptakan suasana kehidupan sekolah dalam memelihara hubungan dengan orang
tua murid sebaik-baiknya untuk kepentingan anak didik.
5. Guru
memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun
masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
6. Guru
secara sendiri-sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan
mutu profesi.
7. Guru
menciptakan dan memelihara hubungan baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di
dalam hubungan keseluruhan.
8. Guru
secara bersama-sama memelihara , membina dan meningkatkan mutu organisasi guru
profesional sebagai sarana pengabdian.
9. Guru
melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang pendidikan.
(Supeno. 1997:
81 )
C.
Guru Profesional dan Bermartabat
Kompetensi
seorang guru menjadi modal penting didalam pengelolaan pendidikan dan
pengajaran. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, pada pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa “Kompetensi
guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”.
Kompetensi
Pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi
Kepribadian adalah kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak
mulia. Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas
dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya,
serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. Kompetensi
Sosial adalah kemampuan guru untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik,
dan masyarakat sekitar.
Menurut UU no
14 Tahun 2005 dikatakan bahwa guru yang profesional adalah guru yang memperoleh
sertifikat pendidik yang dapat diraih melalui jalur PLPG, PPG, pemberian
sertifikat pendidik secara langsung (PSPL) maupun jalur lain yang sesuai dengan
ketentuan. Melalui jalur PLPG misalnya, kompetensi peserta didik di kembangkan
melalui teori dan praktek yang sedemikian rupa sehingga diakhir program setelah
di adakan evaluasi dan dinyatakan lulus dapat memperoleh sertifikat guru
profesional.
Menurut
Setjipto (2004: 56), profesional mempunyai makna ahli (ekspert), tanggungjawab
(responsibilty), baik tanggungjawab intelektual maupun tanggungjawab
moral, dan memiliki rasa kesejawatan. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat
dikatakan bahwa guru profesional adalah guru yang telah melalui serangkaian
proses pendidikan dan pelatihan profesi yang mempunyai keahlian, tanggungjawab
intelektual dan tanggungjawab moral, dan memiliki rasa kesejawatan.
Guru
mempunyai peranan strategis dalam upaya peningkatan mutu, relevansi dan
efisiensi pembelajaran. Oleh karena itu peningkatan profesionalisme seorang
guru merupakan kebutuhan yang tidak dapat dielakan. Ini mengingat
banyaknya tuntutan dan harapan masyarakat terhadap perubahan dalam sistem
pembelajaran. Sejalan dengan hal itu , tuntutan peningkatan kemampuan guru
semakin besar. Dalam kondisi demikian, seorang guru harus mampu
meningkatkan mutu serta kemampuan untuk membina moral dan suri tauladan
kepada siswanya.
Masalah
guru merupakan topik yang tidak habis-habisnya menjadi buah bibir
masyarakat. Bahkan, dalam forum ilmiahpun masalah itu menjadi bahan
perdebatan. Ini merupakan indikasi bahwa dibenak guru ada beberapa
masalah yang perlu dipecahkan dalam menjalankan tugas sebagai
pengajar. Apalagi peran guru merupakan salah satu faktor yang menentukan
tingkat keberhasilan peserta didik dalam melakukan tranformasi ilmu serta
internalisasi etika dan moral.
Seorang
guru yang profesional harus mampu memiliki persyarakatan minimal antara lain,
memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi
keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuni, memiliki kemampuan komunikasi yang
baik dengan anak didiknya, memiliki jiwa kreatif dan produktif, mempunyai
etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya dan melakukan
pengembangan diri secara terus menerus ( Continous improvemen )
melalui organisasi profesi, internet, buku, seminar ( Sidi. 2002: 39 ).
Dengan demikian tugas guru bukan lagi sebagai knowledge base tetapi
sebagai competency based, yang menekankan pada penguasaan secara
optimal konsep keilmuan dan perekayasaan yang berdasarkan nilai- nilai etika
dan moral.
Dengan
profesionalisasi guru, maka guru bukan lagi sebagai pengajar tetapi tugas
guru beralih menjadi Coach, Conselor dan learning
manager. Sebagai coach, seorang guru harus mampu mendorong
siswanya untuk menguasai konsep-konsep keilmuan, memotivasi untuk
mencapai prestasi siswa setinggi-tingginya serta membantu untuk
menghargai nilai-nilai dan konsep-konsep keilmuan. Sebagai conselor,
guru berperan sebagai sahabat dan teladan dalam pribadi siswa serta
mengundang rasa hormat dan keakraban pada diri siswa. Sebagai manager, guru
membimbing siswanya untuk belajar, mengambil prakarsa dan mengekspresikan
ide-ide baik yang dimilikinya. Dengan demikian, diharapkan siswa mampu
mengembangkan kreativitas dan mendorong adanya penemuan baru dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi sehingga siswa mampu bersaing
dengan bangsa lain di dunia.
Harkat manusia adalah nilai manusia sebagai mahluk Tuhan YME, yang dibekali
daya cipta, rasa, dan karsa serta hak - hak dan kewajiban asasi manusia.
Martabat adalah tingkatan harkat kemanusiaan dan kedudukan yang terhormat.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, martabat adalah bergengsi, berkelas,
berpamor, berstatus, prestisius, terhormat.
Menurut Edwin Alwazir dalam edukasi kompasiana menjadi guru yang
bermartabat, guru yang bermartabat seharusnya :
a) Sopan Santun
Guru yang sopan membuat orang segan. Guru yang
santun dapat menjadi teladan di semua lingkungan baik disekolah maupun
dimasyarakat.
b) Kreatif
Guru yang kreatif akan membangkitkan martabatnya di
mata orang banyak. Ia akan menjadi contoh produk yang bisa ditiru. Namanya akan
disebut-sebut dalam forum pendidikan dan pertemuan resmi.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat dijelaskan bahwa guru
bermartabat adalah sosok guru yang mempunyai kedudukan terhormat dan bersikap
sopan santun dalam berkomunikasi dengan orang lain baik siswa, teman sejawat,
maupun dimasyarakat serta berpikir kreatif dan inovatif sehingga dengan
sendirinya membangkitkan rasa segan orang lain terhadap dirinya.
Guru bermartabat itu guru yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Bahwa
manusia itu adalah makhluk Tuhan yang paling mulia, sebab itu guru bermartabat
tidak akan mengotori kemuliaan yang dilimpahkan Tuhan kepadanya. Ia akan selalu menjunjung tinggi kemuliaan manusia, bukan sekadar kemuliaan
dirinya sendiri melainkan juga kemuliaan manusia secara umum. Ini berarti bahwa guru bermartabat menyadari betul bahwa orang lain juga
bermartabat. Guru bermartabat menghormati orang lain, seperti halnya dia
berharap orang lain menghormati dirinya. Guru
bermartabat menghargai pendapat orang lain. Kalaupun terjadi perbedaan pendapat
yang tidak bisa disamakan, guru bermartabat lebih memilih jalan win-win
solution. “Itu menurut Anda, dan ini menurut saya. Mari kita lakukan sesuai
keyakinan kita masing-masing,” begitu kira-kira yang dikatakan. Tidak ada
pemaksaan pendapat.
Dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran, guru bermartabat juga
sangat menghargai murid-muridnya, apa pun latar belakang kehidupan keluarga
muridnya itu. Guru bermartabat yakin bahwa murid-muridnya juga bisa menjadi
manusia yang bermartabat, manusia yang berhasil dalam kehidupan. Karena itu guru bermartabat tidak menyakiti (fisik maupun psikis)
siswa-siswinya. Misalnya muridnya belum bisa mengikuti pelajaran yang diberikan
guru, seorang guru yang bermartabat akan berusaha menemukan penyebab muridnya
belum berhasil. Bahasa yang digunakan guru
bermartabat juga komunikatif dan efektif, tidak boros kata, tidak boros
kalimat. Pendek kata, guru bermartabat akan selalu menjalani hidupnya secara
bermartabat pula.
D.
Tantangan Guru Profesional
Dalam
memasuki era dunia tanpa batas, sosok guru menghadapi tantangan besar
yaitu : pertama peningkatan nilai-nilai pada diri siswa yaitu
bagaimana meningkatkan prestasi, etika moral siswa akibat arus negatif
masuknya teknologi canggih. Kedua tantangan untuk melakukan
pengkajian terhadap penguasaan IPTEK dan informasi, yang implikasinya:
tuntutan persaingan yang makin ketat, yaitu penguasaan
bahasa asing sebagai pengantar dalam pembelajaran Implikasinya mampu
bersaing dengan negara lain dalam dunia pendidikan. Ketiga, tantangan
akan desakan masyarakat adanya sosok guru profesional yaitu guru
yang menjadi suri tauladan serta memiliki komitmen yang tinggi terhadap
anak didiknya.
a.
Strategi
yang diperlukan dikembangkan oleh Seorang Guru yang
Bermartabat dan Profesional
Dari paparan tersebut di atas maka langkah-langkah
yang perlu dilakukan guru, yaitu pertama, melakukan
inovasi pembelajaran dengan sasaran utama adalah perubahan cara berpikir siswa
dan kepribadian siswa. Kedua, meningkatkan kualitas
akademik yang mencakup kualitas proses pembelajaran, kualitas penelitian
( research ) dan kualitas pengabdian terhadap profesinya. Ketiga,
penguasaan materi serta mengembangkan cara berpikir ilmiah secara sistematik. Keempat,
mengembangkan komitmen yang kuat terhadap anak didiknya. Kelima pengembangan diri
dalan profesi melalui kegiatan seminar, simposim inovasi
pembelajaran, internet dan menjalin kerja sama dengan sesama
profesi ( Networking ).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar