A. Pengertian Pendidikan Karakter
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia Karakter adalah Sifat - sifat kejiwaan, akhlak
atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Menurut (Ditjen
Mandikdasmen - Kementerian Pendidikan Nasional) karakter adalah cara berfikir
dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerjasama baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan
(UU SISDIKNAS No 20 tahun 2003) adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
Pendidikan
karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai karakter pada peserta didik
yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad serta adanya
kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai - nilai baik terhadap Tuhan YME,
diri sendiri, sesama manusia, lingkungan maupun bangsa. Sementar itu menurut
Lickona pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk membantu
seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan dan melakukan nilai - nilai
etika yang inti. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders)
harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan,
penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan
aktivitas atau kegiatan kokurikuler,
pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga
dan lingkungan sekolah.
Sebagai
upaya untuk meningkatkan kesesuaian dan mutu pendidikan karakter, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan grand design pendidikan karakter
untuk setiap jalur, jenjang, dan jenis satuan pendidikan. Grand design
menjadi rujukan konseptual dan operasional
pengembangan, pelaksanaan, dan penilaian pada
setiap jalur dan jenjang pendidikan. Konfigurasi karakter dalam
konteks totalitas proses psikologis dan sosial-kultural tersebut dikelompokan
dalam: olah hati (spiritual and
emotional development), olah pikir (intellectual
development), olah raga dan kinestetik (physical and kinestetic
development), dan olah rasa dan karsa (affective
and creativity development) (Sudrajat, 2010). Pengembangan dan implementasi pendidikan karakter
perlu dilakukan dengan mengacu pada grand design tersebut.
Menurut UU No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 13 ayat 1
menyebutkan bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal,
dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan informal sesungguhnya memiliki peran dan kontribusi yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikan. Siswa mengikuti pendidikan di
sekolah hanya sekitar 7 jam per hari, atau
kurang dari 30%. Selebihnya (70%), peserta didik berada dalam keluarga
dan lingkungan sekitarnya. Jika dilihat dari aspek kuantitas waktu, pendidikan
di sekolah berkontribusi hanya sebesar 30% terhadap hasil pendidikan peserta
didik. Selama ini, pendidikan informal
terutama dalam lingkungan keluarga
belum memberikan kontribusi berarti dalam mendukung pencapaian
kompetensi dan pembentukan karakter siswa. Kesibukan dan aktivitas kerja orang
tua yang relatif tinggi, kurangnya pemahaman orang tua dalam mendidik
anak di lingkungan keluarga, pengaruh pergaulan di lingkungan sekitar, dan
pengaruh media elektronik ditengarai bisa
berpengaruh negatif terhadap perkembangan dan pencapaian hasil belajar
siswa. Salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah
melalui pendidikan karakter terpadu, yaitu
memadukan dan mengoptimalkan kegiatan pendidikan informal lingkungan keluarga dengan pendidikan formal di sekolah.
Dalam hal ini, waktu belajar siswa di sekolah perlu dioptimalkan agar
peningkatan mutu hasil belajar dapat dicapai, terutama dalam pembentukan
karakter siswa.
Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran pada setiap mata
pelajaran. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan,
dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
kehidupan sehari-hari. Dengan demikian,
pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi
menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan siswa
sehari-hari di masyarakat. Pendidikan
karakter harus mampu menyukseskan proses internalisasi nilai-nilai
moral. “Jadi, bukan sekadar mengetahui mana yang baik dan buruk”. Albertus
(2010:03) menyatakan bahwa pendidikan karakter terdiri dari dua kata yang
apabila dipisahkan memiliki makna masing-masing. Pendidikan adalah selalu
berkaitan dengan hubungan social manusia, manusia sejak lahir tidak dapat hidup
sendiri tetapi membutuhkan orang lain, sedangkan karakter bersifat lebih subjektif
hal tersebut dikatakan demikian karena berkaitan dengan struktur antopologis
manusia dan tindakannya dalam memaknai kebebasan.
Pendidikan karakter harus diberikan
pada pendidikan formal khususnya lembaga pendidikan TK/RA, SD/MI,
SMP/MTs, SMA/MA, SMK, MAK dan Perguruan Tinggi melalui pembelajaran, dan
ekstrakurikuler, penciptaan budaya satuan pendidikan, dan pembiasaan. Sasaran
pada pendidikan formal adalah peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan.
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan
karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan
pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya
menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang
baik. Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang
baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau
bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak
dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu,
hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah
pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina
kepribadian generasi muda.
B. Pendidikan
Karakter dalam Pembelajaran Matematika
Beberapa
karakter yang dikembangkan dalam pembelajaran matematika di antaranya adalah:
1) Sikap teliti, cermat, dan hemat
Matematika disebut sebagai ilmu hitung karena pada
hakikatnya matematika berkaitan dengan masalah hitung-menghitung. Pengerjaan
operasi hitung untuk mencari hasil dilakukan dalam pembelajaran matematika
mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Dalam pengerjaan operasi hitung,
seseorang dituntut bersikap teliti, cermat, hemat, cepat, dan tepat.
Saat mengerjakan masalah matematika, seseorang
sebenarnya dituntut untuk megerjakan dengan teliti dan cermat. Jangan sampai
ada pengerjaan yang salah. Langkah demi langkah pengerjaan diteliti dan
dicermati. Setelah diperoleh hasilnya, hasil itu perlu dicek lagi apakah sudah
menjawab permasalahan atau tidak. Intinya, matematika mengajari seseorang untuk
jeli dan berhati-hati dalam melangkah.
Matematika juga melatih sikap hemat, simpel dalam
bertindak berbicara, selalu "to the point", dan tidak bertele-tele.
Kalimatnya ringkas dan mudah dipahami.
Penggunaan simbol sebagai alat berkomunikasi dalam matematika juga memuat unsur pembelajaran sikap hemat.
Penggunaan simbol sebagai alat berkomunikasi dalam matematika juga memuat unsur pembelajaran sikap hemat.
2) Sikap jujur,tegas,dan bertanggung jawab
Matematika juga mengajarkan sikap jujur, tegas, dan
benar. Tegas pada permasalahan diatas dimaksudkan seperti hasil perkalian
bilangan bulat 3 x 4 pasti 12. Kita tegas mengatakan 3 x 4 = 12 adalah benar.
Kalau bukan 12, kita tegas mengatakan itu salah.
Matematika juga berkenaan dengan masalah pembuktian. Langkah-langkah dalam pembuktian matematika harus berdasarkan pada hal-hal yang sudah diakui kebenarannya. Langkah demi langkah harus berdasarkan alasan yang kuat dan benar. Dengan cara inilah sebenarnya matematika mengajarkan sikap hidup benar dan bertanggung jawab. Dengan implikasi atau aplikasi dalam kehidupan, kita diajarkan bahwa setiap perkataan, kehendak, dan, perbuatan harus berdasar pada sumber yang benar.
Matematika juga berkenaan dengan masalah pembuktian. Langkah-langkah dalam pembuktian matematika harus berdasarkan pada hal-hal yang sudah diakui kebenarannya. Langkah demi langkah harus berdasarkan alasan yang kuat dan benar. Dengan cara inilah sebenarnya matematika mengajarkan sikap hidup benar dan bertanggung jawab. Dengan implikasi atau aplikasi dalam kehidupan, kita diajarkan bahwa setiap perkataan, kehendak, dan, perbuatan harus berdasar pada sumber yang benar.
3) Sikap pantang menyerah dan
percaya diri
Seperti yang telah dirumuskan dalam pembelajaran
matematika, matematika sebenarnya juga mengajarkan untuk bersikap pantang
menyerah dan percaya diri.
Saat mengerjakan atau menyelesaikan masalah matematika, kita tidak boleh menyerah. Saat gagal atau tidak dapat menjawab, kita dituntut untuk mencari cara lain untuk menjawab. Kita harus percaya diri bahwa kita bisa. Kita coba terus, sampai akhirnya kita akan dapat menjawabnya. Kegagalan dengan suatu cara tidak boleh mengurangi semangat untuk mencari cara yang lain. Saat keberhasilan tercapai, rasa puas dan bangga akan tumbuh.
Saat mengerjakan atau menyelesaikan masalah matematika, kita tidak boleh menyerah. Saat gagal atau tidak dapat menjawab, kita dituntut untuk mencari cara lain untuk menjawab. Kita harus percaya diri bahwa kita bisa. Kita coba terus, sampai akhirnya kita akan dapat menjawabnya. Kegagalan dengan suatu cara tidak boleh mengurangi semangat untuk mencari cara yang lain. Saat keberhasilan tercapai, rasa puas dan bangga akan tumbuh.
Seperti yang telah termaktub dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut:
a.
Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat,
efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b.
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c.
Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh.
d.
Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Berdasarkan tujuan pembelajaran
matematika tersebut terdapat beberapa nilai karakter bangsa yang dapat
dikembangkan melalui pelajaran matematika diantaranya adalah disiplin, jujur,
kerja keras, kreatif, rasa ingin tahu, mandiri, komunikatif dan tanggung jawab.
Disiplin, Karakter
disiplin dapat terbentuk dalam mempelajari matematika, karena dalam matematika
peserta didik diharapkan mampu mengenali suatu keteraturan pola, memahami
aturan-aturan dan konsep-konsep yang telah disepakati. Nilai karakter yang
diharapkan dalam belajar matematika adalah seseorang diharapkan mampu bekerja
secara teratur dan tertib dalam menggunakan aturan-aturan dan konsep-konsep.
Dalam matematika konsep-konsep tersebut tidak boleh dilanggar karena dapat
menimbulkan salah arti.
Jujur, Matematika
tidak menerima generalisasi berdasarkan pengamatan (induktif) walaupun
pada tahap-tahap awal contoh-contoh khusus dan ilustrasi geometris diperlukan,
tetapi untuk generalisasi harus berdasarkan pembuktian deduktif. Karakter yang
dapat membentuk jiwa seseorang, bahwa seseorang tidak akan mudah percaya pada
isu-isu yang tidak jelas sebelum ada pembuktian. Hal ini tentunya sesuai dengan
azas yang dianut oleh hukum di negara kita, azas praduga tak bersalah. Kepribadian
yang terbentuk diharapkan adalah sesorang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan dan pekerjaannya, karena selalu dapat menunjukkan
pembuktian dari setiap perkataan dan tindakannya.
Kerja Keras, karakter
yang ingin dibentuk adalah tidak mudah putus asa. Belajar matematika, seseorang
harus teliti, tekun dan telaten, dalam memahami yang tersirat dan tersurat. Ada
kalanya seseorang keliru dalam pengerjaan suatu perhitungan, namun belum
mencapai hasil yang benar, maka seseorang diharapkan dapat dengan sabar melihat
kembali (looking back) apa yang telah dikerjakan secara runut dengan
teliti, tidak mudah menyerah terus berjuang untuk menghasilkan suatu jawaban
yang benar.
Kreatif, seseorang
yang belajar matematika akan terbiasa untuk kreatif dalam
menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Dalam menyelesaikan persoalan ada
yang dapat menyelesaikan dengan cara yang panjang, namun ada pula yang mampu
mengerjakan dengan singkat. Bila seseorang terbiasa menyelesaikan permasalahan
matematika, maka orang tersebut akan terbiasa memunculkan ide yang kreatif yang
dapat membantunya menjalani kehidupan secara lebih efektif dan efisien.
Rasa ingin tahu, memunculkan
rasa ingin tahu dalam matematika akan mengakibatkan seseorang terus belajar
dalam sepanjang hidupnya, terus berupaya menggali informasi-informasi terkait
lingkungan di sekitarnya, sehingga menjadikannya ‘kaya’ akan wawasan dan ilmu
pengetahuan. Rasa ingin tahu membuat seseorang mampu menelaah keterkaitan,
perbedaan dan analogi, sehingga diharapkan mampu menjadi a good
problems solver (mampu menyelesaikan masalah dengan baik).
Mandiri; dalam
pelajaran matematika kita senantiasa menghadapi tantangan, berbagai
permasalahan yang menuntut kita untuk menemukan solusi atau penyelesaiannya.
Untuk itu peserta didik harus mampu memiliki sikap yang tidak mudah bergantung
pada orang lain, namun berupaya secara mandiri untuk menyelesaikan tugas-tugas
yang dihadapi dengan baik.
Komunikatif; matematika
merupakan suatu bahasa, sehingga seseorang harus mampu mengkomunikasikannnya
baik secara lisan maupun tulisan, sehingga informasi yang disampaikan dapat
diketahui dan dipahami oleh orang lain.
Tanggung Jawab; Kebiasaan
disiplin dalam bernalar yang terbentuk dalam mempelajari matematika melahirkan
suatu sikap tanggung jawab atas pelaksanaan kewajiban yang seharusnya
dilakukan, baik tanggung jawab terhadap diri sendiri, masyarakat, negara dan
Tuhan Yang Maha Esa.
D. Implementasi Pendidikan Karakter dalam
Pembelajaran Matematika
Membangun
karakter bagi generasi dewasa ini memang sangat mendesak. Hal tersebut melihat
fenomena-fenomena yang terjadi dan tantangan masa depan yang dihadapi semakin
kompleks. Karakter-karakter umum seperti jujur, disiplin, taat aturan, atau
bertanggung jawab sudah semakin hilang. Sebagai bukti adalah maraknya
upaya-upaya mencontek ataupun plagiasi di lingkungan pendidikan menunjukkan
kurangnya kesadaran untuk berlaku jujur. Belum lagi peningkatan kasus-kasus
korupsi yang santer diberitakan oleh media massa memberikan pertanda semakin pudarnya
sikap jujur. Fenomena lain seperti budaya antre, tertib berlalu lintas, maupun
membuang sampah pada tempatnya masih sulit dilakukan secara sadar dan
bertanggungjawab. Kita masih sering melanggar aturan-aturan tersebut.
Kedisiplinan dan tanggungjawab kita kadangkala hanya muncul ketika diawasi dan
diancam dengan hukuman saja bukan melekat sebagai bagian karakter kita.
Masa
depan yang lebih menantang memerlukan generasi handal yang dibekali
kebiasaan-kebiasaan positif. McElmeel (2002) memberikan alasan pengembangan
pendidikan karakter di sekolah karena kebutuhan dunia kerja yang memerlukan
nilai-nilai karakter seperti (1) proaktif, yaitu memiliki inisiatif dalam
menghadapi tantangan dan mencapai tujuan-tujuan, (2) membangun konsensus dalam
penentuan suatu tujuan, (3) memiliki prioritas yang didasarkan melalui
pemikiran-pemikiran mendalam, (4) berpikir dengan kreatif, mencari solusi dan
prosedur yang saling menguntungkan, (5) mencari pemahaman terhadap
masalah-masalah agar mendapatkan keberhasilan dalam pemecahan masalah, (6)
sinergi, yaitu melakukan kerjasama dengan berbagai kelompok, dan (7) ketajaman
penglihatan untuk mendorong perbaikan terus menerus.
Pendidikan
matematika sebagai bagian dari pendidikan memiliki tanggungjawab yang sama
dengan mata pelajaran lain untuk mengembangkan karakter siswa sebagai calon
generasi masa depan. Cara yang utama adalah melalui pembelajaran di kelas yang
secara konsisten menanamkan kebiasaan-kebiasaan dan perilaku yang
berkarakter.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar